MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Ustaz Adi Hidayat (UAH) mengupas konsep khair ummah atau umat terbaik dalam Pengajian Ramadan Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang berlangsung pada Senin (4/3) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Dalam ceramahnya, Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini menegaskan bahwa umat terbaik lahir melalui proses transformasi dari jahiliah menuju peradaban yang lebih baik dengan berlandaskan pada nilai-nilai Al-Qur’an.
“Kajian tafsir tidak bisa mandiri pada satu ayat. Harus dikaji dalam konteks yang lebih luas,” ujarnya.
Menurutnya, konsep khair ummah dalam Surah Ali Imran ayat 110 tidak dapat dipahami secara terpisah, tetapi harus dikaitkan dengan ayat-ayat lain yang membangun karakter umat, seperti pentingnya iman, takwa, dan amal saleh.
Lebih lanjut, Ustaz Adi menjelaskan bahwa sifat wasathiyah atau moderasi menjadi kunci dalam pembentukan umat terbaik. Moderasi ini tidak hanya dalam hal pemahaman agama, tetapi juga dalam mengelola kehidupan sosial. Ia menekankan bahwa pembentukan karakter umat terbaik harus dimulai dari penguatan iman secara pribadi, lalu berlanjut ke dalam kehidupan keluarga, dan akhirnya diaplikasikan dalam masyarakat.
Dalam pemaparannya, Ustaz Adi juga menyoroti pemikiran Kiai Ahmad Dahlan dalam membangun Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang mengimplementasikan nilai-nilai Al-Qur’an secara nyata.
“Kiai Ahmad Dahlan tidak hanya menekankan aspek ibadah ritual, tetapi juga bagaimana nilai-nilai Islam itu diterapkan dalam kehidupan sosial,” katanya. Inilah yang menjadi alasan mengapa Muhammadiyah berkembang dengan berbagai amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial.
Selain itu, Ustaz Adi juga mengulas perbedaan antara iqra’ dan tilawah dalam Al-Qur’an. Menurutnya, iqra’ menekankan pada membaca secara tekstual, sementara tilawah mengandung makna membaca dengan pemahaman yang mendalam dan pengamalan dalam kehidupan.
“Inilah yang diterapkan dalam pendidikan Muhammadiyah, mulai dari TK Aisyiyah hingga perguruan tinggi, agar peserta didik tidak sekadar membaca, tetapi memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam,” jelasnya.
Sebagai penutup, ia menegaskan bahwa wasathiyah dalam Muhammadiyah bukan sekadar teori, tetapi harus diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Dengan menerapkan konsep ini, Muhammadiyah diharapkan terus menjadi lokomotif perubahan dalam membangun peradaban Islam yang berkemajuan.