MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Dalam ceramahnya di Masjid KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Selasa (05/03), Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Mukhlis Rahmanto, mengingatkan umat Islam akan bahaya riba dalam kehidupan ekonomi dan bisnis.
Ia menegaskan bahwa aktivitas ekonomi tidak bisa lepas dari kehidupan sehari-hari, namun harus terbebas dari praktik riba, sebagaimana dilarang dalam Al-Qur’an terutama Surah Al-Baqarah ayat 278. Mukhlis merujuk pada asbabun nuzul atau latar belakang turunnya ayat tersebut.
Ia menceritakan kisah dua sahabat Nabi, Abbas bin Muthalib dan Khalid bin Walid, yang sebelumnya terlibat dalam praktik riba. Keduanya memberikan pinjaman kepada seseorang bernama Sakif bin Amr dengan tambahan bunga dari pokok utang. Namun, setelah ayat larangan riba turun, keduanya segera bertaubat, hanya meminta pengembalian pokok utang tanpa bunga.
“Ini menunjukkan sikap ‘sam’an wa ta’an’ atau mendengar dan taat yang menjadi teladan generasi sahabat,” ujar Mukhlis.
Ia menjelaskan, riba yang paling umum adalah riba nasiah, yaitu tambahan yang dipersyaratkan dalam utang-piutang, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya riba itu kebanyakan pada nasiah.”
Mukhlis juga membedakan riba dengan jual beli yang halal. “Jual beli melibatkan barang, pembeli, dan penjual dengan keuntungan yang wajar. Sedangkan riba adalah tambahan dari uang ke uang, seperti bunga, yang dilarang Allah,” terangnya.
Lebih lanjut, Mukhlis mengaitkan larangan riba dengan tantangan zaman modern. Ia mengutip sabda Nabi SAW bahwa akan tiba masa ketika semua orang terpapar sistem ekonomi ribawi. “Ini terbukti hari ini, di mana sistem ekonomi dunia berbasis bunga,” katanya.
Ia menyebut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2002 dan Majelis Tarjih Muhammadiyah tahun 2006 yang menyatakan bunga bank sebagai riba yang harus dihindari, meskipun pada 1968 masih dianggap syubhat karena belum ada alternatif syariah.
Sebagai solusi, Mukhlis mengajak umat Islam untuk beralih ke lembaga keuangan syariah, seperti BMT, BPRS, atau bank syariah. “Minimal, miliki rekening syariah. Jika gaji masuk ke bank konvensional, segera pindahkan ke rekening syariah. Ini langkah kecil menuju takwa sesuai kemampuan kita,” kata Mukhlis.