MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Perayaan Idulfitri tentu tidak terbatas secara lahiriah, tetapi setiap insan muslim bertransformasi menjadi sosok baru dengan semakin bertakwa dalam hidupnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyebutkan dua parameter mengapa seorang muslim dapat dinilai bertambah ketakwaannya setelah melakukan ibadah Ramadan selama satu bulan.
“Dalam relasi dengan Allah atau habluminallah, insan yang sudah selesai puasa mereka adalah yang senantiasa taqarrub kepada-Nya, selalu dekat kepada Allah dan Allah selalu hadir dalam hidupnya. Sehingga iman dengan seluruh dimensinya semakin bertambah,” ujar Haedar pada Ahad (30/3) dalam Refleksi Idulfitri 1446 H.
Pada kerangka relasi Tuhan dan hamba, ciri-ciri seorang hamba yang selalu dekat dengan Allah SWT akan muncul sifat wiqoyah, waspada, dan hati-hati dari segala hal buruk yang melunturkan ketakwaan.
“Senantiasa menjalankan perintah Allah menjauhi segala larangannya dan menjalankan segala kebaikan-kebaikan dalam kehidupan. Kalau orang imannya semakin kaya, semakin dalam, maka kehidupannya semakin baik karena Allah selalu bersamanya,” tambah Haedar.
Parameter kedua, yakni berada dalam dimensi habluminannas. Insan yang bertakwa adalah mereka yang selalu berbuat kebaikan dalam berbagai aspek kehidupan. Disebutkan ciri orang bertakwa antara lain:
…. الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤا
“Mereka yang menafkahkan sebagian hartanya untuk orang lain di saat lapang dan sempit.” (QS Ali-Imran ayat 134).
“Sehingga mereka menjadi orang yang selalu berbagi dan peduli di saat terbatas, lebih-lebih di saat berlebih,” terang Haedar.
Kemudian, dilanjutkan dengan kalimat:
…وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ
“Orang yang selalu menahan marah.” (QS Ali-Imran ayat 134).
“Marah adalah hawa nafsu yang selalu menjadi bencana dalam kehidupan yang merusak tatanan dan relasi sosial kita. Kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa dan negara. Dari marah sering terjaid konflik, sering terjadi bencana dalam kehidupan,” tambah Haedar
وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ
(QS Ali-Imran ayat 134)
“Dan memberi maaf pada orang lain.”
Memberi maaf merupakan bentuk keluhuran budi bagi manusia dimana setiap insan pada dasarnya suka berbuat salah. Di situlah letak saling memaafkan. Orang yang memberi maaf berada pada derajat yang tinggi.
Dari dua parameter di atas, dapat disimpulkan bahwa mereka yang bertakwa adalah orang yang senantiasa berakhlak mulia dalam kehidupannya. Jika orang-orang beriman yang adalah buah dari puasanya menjadikan imannya makin kuat serta relasi habluminannasnya makin baik, maka kehidupan akan memperoleh berkah kebaikan dan kemajuan.
“Maka, ketika merayakan Idulfitri mari kita bangkitkan kembali energi rohani kita yang terdalam yang tepusat pada qalbu. Yakni qalbu yang bersih jernih yang bermuara pada fitrah manusia yang diberikan Allah,” tuturnya.
Selayaknya firman Allah sebagai berikut.
وَنَفۡسٍ وَّمَا سَوّٰٮهَا ۙفَاَلۡهَمَهَا فُجُوۡرَهَا وَتَقۡوٰٮهَا ۙ قَدۡ اَفۡلَحَ مَنۡ زَكّٰٮهَا ۙ وَقَدۡ خَابَ مَنۡ دَسّٰٮهَا ؕ
“Demi diri yang Allah ilhamkan kepadanya yang di dalamnya ada jiwa yang baik dan jiwa yang buruk. Dan sungguh beruntung mereka yang senantiasa membersihkan jiwanya dan sebaliknya, sangat merugi mereka yang selalu mengotori jiwanya.” (QS. As-Syams ayat 7-10).
Idulfitri adalah Hari Berbuka Setelah Puasa Selama Ramadan
Idulftri bagi kaum muslimin tidak lepas dari rangkaian ibadah puasa Ramadan. Yakni sebagai hari berbuka puasa setelah satu bulan lamanya kaum muslim menjalankan ibadah yang sangat spesial, menunaikan puasa. Yakni menahan makan-minum dan apa yang dilarang oleh syariat sejak terbit matahari sampai terbenam. Satu bulan tersebut merupakan proses ibadah dan rohaniah yang sangat khusus.
Syariatnya adalah apa yang diperintahkan Allah:
يٰٓـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُوۡنَۙ
Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelummu agar engkau bertakwa (QS. Al-Baqarah ayat 183).
“Maka, ketika hari ini merayakan Idulfitri, selain berbuka puasa dari satu bulan kita berpuasa, untuk selama satu hari ini boleh berbuka dan haram hukumnya berpuasa. Tidak kalah penting adalah mencari makna dan mewujudkan tujuan puasa itu sendiri, yakni menjadi orang yang bertakwa,” jelasnya.
Terakhir, ia mengajak untuk merayakan Idulfitri dan seterusnya agar memberishkan jiwa dan menghindari hal-hal yang dapat mengotorinya. Setelah berpuasa selama satu bulan dan ber-idulfitri pada 1 Syawal, maka disitulah insan bertakwa hadir menjadi manusia baru. Dengan jiwa baru yang merupakan hasil dari puasa yang berbuah takwa, maka setiap muslim akan menjadi orang-orang yang beragama dengan hanif dan autentik. (Adit)