MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANTUL – Memasuki waktu pengujung Ramadan, muslim Indonesia yang mengadu nasib di perantauan biasanya akan melakukan mudik atau pulang kampung yang di Indonesia sudah menjadi tradisi rutin tahunan.
Mudik menurut Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Mohammad Lailan Arqam berasal dari kata ‘udik’ yang berarti kampung halaman, yang menggambarkan seorang kembali ke asal.
Hal itu disampaikan Lailan Arqam pada (21/3). Dia menyampaikan, mudik tidak sebatas dimaknai secara fisik tapi juga rohani. Setelah menjalani ibadah puasa sebulan, mencari bekal dengan amal salih sebagai bekal ‘pulang kampung’.
“Ini menggambarkan perjalanan seseorang kembali ke asalnya, sebagaimana manusia akan kembali ke tempat asal sejatinya, yakni kehidupan akhirat,” ujarnya.
Ia mengisahkan perjuangan para pemudik, dari mereka yang bekerja keras selama setahun untuk pulang dengan persiapan matang, hingga mereka yang nekat mengabaikan norma demi pulang ke kampung halaman.
Dalam pandangannya, situasi ini mencerminkan berbagai sikap manusia dalam menyongsong akhir kehidupan—ada yang mempersiapkan diri dengan baik, ada pula yang lalai.
Situasi itu, katanya, seperti gambaran yang diberikan oleh Allah SWT dalam Surat Al Fajr ayat 27 sampai 30. “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.”
Sebagaimana pemudik yang merencanakan kepulangannya dengan baik. Dunia, tegasnya, bukanlah tempat tinggal permanen, melainkan hanya persinggahan sebelum kembali ke kampung akhirat.
“Seperti seorang pemudik yang bersiap untuk perjalanan panjang, kita juga harus menyiapkan bekal terbaik untuk perjalanan menuju kampung akhirat,” pesannya.