Imron Rivaldi sudah mulai was-was. Uang beasiswa belum cair, sementara tenggat pembayaran kosan semakin dekat. Ia menatap layar ponselnya, membuka aplikasi perbankan dengan harapan ada keajaiban. Nol besar. Ia menghela napas panjang.
Selama ini, penghasilannya hanya dari menulis artikel di media digital, sesekali ada tambahan tak terduga, tapi tidak cukup untuk menyelamatkan akhir bulan. Ia memutar otak. Harus ada cara. Harus ada bisnis yang bisa laris seketika.
“Bisnis apa ya yang paling laku?” gumam Imron sendiri, sambil garuk-garuk kepala.
“Untuk saat ini?” tiba-tiba Malik Senja Ramadan nyahut.
“Iya, yang cepet laku,” jawab Imron, matanya penuh harap.
“Jualan air doa. Sebotol cuma Rp5.000, tambah doa dikit, bisa dijual ratusan ribu.”
“Emang ada ya bisnis air doa?”
“Wooo, banyak,” Malik jawab santai, sambil scrolling TikTok.
“Di mana emang?” Imron ngejar, penasaran.
Malik tidak lagi merespon. Ia hanya fokus sama layar hapenya. Membiarkan temannya itu dalam kebingungan.
Imron yang penasaran akhirnya memutuskan untuk cari tahu sendiri. Referensi paling canggih buat anak kos macam dia ya jelaslah apa lagi kalau bukan TikTok. Scroll sebentar, ketemu deh: seorang tokoh agama megang botol air, komat-kamit baca doa. Di kolom komentar, puluhan orang bertanya bagaimana cara mendapatkan air tersebut.
Entah doa apa yang diucap, Imron cuma bisa menebak-nebak. “Mungkin doa pesenan customer,” pikirnya. “Kalau gini doang mah gampang.”
Imron segera menghampiri Malik. Dengan keahliannya mengutak-atik Canva, Malik bisa mendesain banner bertuliskan: “Air Doa Murah, Terbukti Berkah”. Banner ini akan dipajang di pagar kosan mereka. Keduanya bahkan tidak tanggung-tanggung mendirikan perusahaan fiktif dengan nama bombastis: PT Air Doa Berkah Manjur Jaya.
Ribut-ribut di pojok kamar, Nuriel Al-Kautsar, penghuni kos yang lain, penasaran.
“Kalian berdua lagi ngapain?” tanyanya.
“Bisnis air doa, Riel,” jawab Imron penuh percaya diri.
Nuriel awalnya mengira ini lelucon. Tapi setelah mendengar penjelasan mereka, ia mulai tertarik. Tahu air doa begitu manjur, akhirnya Nuriel setuju untuk melakukan investasi besar-besaran terhadap bisnis baru kedua temannya itu.
Pemasaran pun dimulai. Mereka mencetak stiker, membuat akun Instagram dan TikTok @AirDoaBerkah, dan mempercantik bio masing-masing:
- Imron: Founder & CEO @AirDoaBerkah
- Malik: Presiden Direktur @AirDoaBerkah
- Nuriel: Komisaris Utama @AirDoaBerkah
Mereka pun gencar promosi. Dari marketplace digital hingga promosi langsung di depan kosan. Harapannya besar: Imron ingin bisa tenang di akhir bulan, Malik ingin beli action figure Boruto, dan Nuriel bercita-cita memberangkatkan kedua orang tuanya umrah.
Awalnya, respons lumayan. Ada yang tanya-tanya via DM, “Bisa buat cepet kaya gak?” atau “Doanya custom apa ready stock?” Tapi lama-lama, pertanyaan berubah jadi sindiran. “Air doa apa air keran?”, “Mending ke dokter lah, bro,” sampe yang paling pedas, “Ini mah scam berbalut agama.”
Dua minggu berlalu, hasilnya? Tak satu botol pun terjual. Mereka mulai frustrasi. Imron kehabisan cara promosi, Malik tak lagi punya ide konten, dan Nuriel sebagai investor mulai merasa tertipu.
“Ini bisnis apa investasi bodong sih?” keluh Nuriel yang merasa paling dirugikan.
“Sabar, Riel, Elon Musk butuh miliaran dollar untuk merugi buat jadi orang terkaya di bumi,” kata Malik.
“Emang harus rugi dulu buat sukses?” Nuriel mulai kesal.
“Kayaknya aku tahu sih kenapa kita kurang laku,” kata Imron, tiba-tiba.
“Apa tuh?”
“Nama bapakku Engkos Sanusi.”
“Apa hubungannya, Mron?”
Dengan wajah datar, Imron menjawab, “Kita bukan habib.”
Dan di situlah mereka sadar: air doa mungkin bisa dijual, tapi tidak oleh sembarang orang.
Akibat stres yang bukan main, ditambah dompet yang masih kosong melompong, Imron mulai merasakan tubuhnya memberontak. Awalnya hanya perasaan tak nyaman di perut, seperti ada yang mengaduk-aduk isi lambungnya. Namun, lama-kelamaan, sensasi itu berubah jadi nyeri yang tajam, menusuk-nusuk tepat di ulu hati. Asam lambungnya kumat.
Bisnis air doa yang tak kunjung laku, tagihan kosan yang menumpuk, dan harapan yang semakin menipis seolah berkomplot memperburuk kondisinya. “Ini akibat otakku kepikiran terus,” gumam Imron lemah, sambil memijat-mijat perut yang tak henti bergejolak.
“Coba deh minum air doa kita,” usul Malik. Ia mengangkat sebotol air dari meja kecil di pojok kamar.
Dengan setengah hati, Imron akhirnya menyerah pada saran Malik. Ia bangkit perlahan dari kasur, dan mengambil sebotol “Air Doa Berkah” yang masih tersegel rapi.
Dengan gerakan lambat, Imron meneguknya seteguk demi seteguk. Rasanya? Persis seperti air putih pada umumnya. Netral. Hambar. Tak ada sensasi mistis, tak ada getaran spiritual.
Malik tersenyum lebar, seolah ide itu adalah solusi jenius. Ia langsung memotret Imron yang sedang meneguk air doanya. Jika benar-benar sembuh, mereka punya data empiris bahwa air tersebut memiliki khasiat medis. Ini bisa jadi cara baru mereka dalam melakukan promosi.
Selang beberapa waktu, Imron duduk menunggu dengan sabar, berharap ada perubahan pada tubuhnya. Ia memperhatikan jam di hapenya, lima menit, sepuluh menit, hingga setengah jam berlalu. Tapi nyeri di ulu hatinya tak kunjung reda. Malah, rasanya semakin menjadi-jadi.
Nuriel merasa iba melihat temannya yang kepayahan. Ia pun berbegas menuju apotek. Setelah sebotol obat ada di genggamannya, ia segera melesat balik ke kosan.
Sesampainya di kosan, Imron langsung membuka botol sirup itu dan menelannya dengan ekspresi setengah jijik. Dalam hitungan menit, sensasi dingin mulai menyebar di lambungnya. Satu jam kemudian, rasa perih yang tadi mengganggu perlahan hilang, ia bisa bernapas lega.
“Kita sejak awal emang sudah salah,” ujar Malik tiba-tiba.
“Maksudnya gimana, Lik?”
Malik kemudian melempar Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 04 tanggal 15-28 Februari 2025. Di sana ada fatwa dari Majelis Tarjih tentang Hukum Berobat dengan Air Doa.
Fatwa itu menjelaskan bahwa Rasulullah saw memang pernah menggunakan air untuk meringankan demam, tetapi tidak berarti semua penyakit bisa disembuhkan dengan air. Ilmu kedokteran modern pun menegaskan bahwa penggunaan air dalam pengobatan harus sesuai dengan kaidah medis.
“Hadis itu (tentang minum air doa saat demam) tidak melegitimasi air sebagai obat segala penyakit, tapi mendorong kita berobat dengan metode tepat sesuai ilmu medis, sambil berdoa kepada Allah yang sejatinya menyembuhkan,” tulis fatwa itu. Islam, lanjutnya, mengajarkan ikhtiar fisik (pengobatan medis) dan spiritual (doa) harus berjalan seimbang.
Imron membaca fatwa itu dengan seksama. Ia menarik napas panjang, menatap botol air doa yang masih tersisa di meja.
“Jadi selama ini…” Malik menatap botol air itu dengan tatapan kosong.
“Ya. Betul. Kita dan ‘mereka’ jualan air putih.”
#KontrakanImron