MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Tafsir, menyampaikan pandangannya dalam Pengajian Ramadan PP Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Selasa (04/03).
Tafsir mengatakan bahwa amal paling afdal di zaman sekarang adalah menciptakan lapangan kerja dan menjaga integritas dengan tidak korupsi. “Kalau Nabi hidup sekarang dan kita tanya amal apa yang paling afdal, saya kira jawabannya dua: memberikan lapangan kerja dan tidak korupsi,” ujarnya.
Tafsir menyoroti keluhan terbanyak dari warga Muhammadiyah adalah kesulitan anak-anak mereka mendapatkan pekerjaan setelah lulus kuliah. “Masyarakat butuh kerja, bukan lagi rumah tahfidz atau panti asuhan yang tak nyambung dengan kebutuhan zaman,” katanya kritis.
Ia mengkritik kecenderungan ormas Islam, termasuk Muhammadiyah, yang masih terpaku pada “kotak amal” seperti panti asuhan dan sekolah, sementara pasar dikuasai pihak lain.
Mengambil inspirasi dari sahabat Abdurrahman bin Auf, Tafsir menceritakan bagaimana sahabat ini menolak bantuan harta dan memilih berbisnis di pasar saat hijrah. “Abdurrahman bilang, ‘Tunjukkan di mana pasar, kami akan berusaha.’ Ini yang harus kita tiru,” katanya.
Ia menegaskan Muhammadiyah harus membangun pasar, bukan lari dari pasar, agar tak terus bergantung pada kekuatan ekonomi pihak lain seperti yang ia sebut “Sembilan Naga.”
PWM Jawa Tengah, lanjut Tafsir, kini mengarahkan amal usaha ke sektor ekonomi. Salah satu contohnya adalah BPRS Artha Wira Barokah dengan aset Rp300 miliar, yang dinobatkan sebagai BPR terbaik nasional oleh Infobank. “Keuntungan 10% dari BPRS kami jadikan dana dakwah,” ungkapnya, seraya mendorong amal usaha lain seperti universitas mengalokasikan dana serupa.
Menurutnya, Muhammadiyah sebagai “Penolong Kesengsaraan Umum” harus hadir menyelesaikan kesulitan masyarakat mencari kerja, bukan hanya fokus pada layanan sosial tradisional. “Kita harus transformasi dari sosial ke industri, dari amal ke pasar,” pungkasnya.