MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengingatkan bahwa puasa bukan hanya soal menahan lapar dan dahaga, melainkan sebuah proses yang seharusnya dapat meningkatkan ketakwaan.
“Kita sudah memasuki puasa hari ke-11. Artinya, sudah 11 hari kita berpuasa, dan seharusnya kita bisa merasakan dampak dari puasa tersebut. Kalau hanya sekadar mengubah jadwal makan dan minum, dari pagi, siang, sore menjadi malam hari, tentu itu terlalu sederhana,” ujar Haedar pada Selasa (11/3) Kultum ba’da salat Dzuhur di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta.
Haedar menekankan bahwa tujuan utama puasa adalah mencapai ketakwaan yang berkesinambungan, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur’an, “la’allakum tattaqun”. Menurutnya, ketakwaan bukanlah sesuatu yang bersifat instan, melainkan proses yang terus-menerus perlu dipertahankan dan dievaluasi.
“Kita perlu bermuhasabah, mengevaluasi diri kita sendiri. Puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, apalagi sampai berbuka dengan makan berlebihan yang justru membuat kita tidak bisa melaksanakan ibadah tarawih dengan baik. Itu namanya puasa dendam,” tegasnya. Ia juga mengingatkan bahwa banyak orang yang berpuasa namun tidak mendapatkan manfaat apa-apa selain rasa lapar dan dahaga.
Menurut Haedar, puasa yang benar dapat memberikan efek positif bagi kesehatan fisik maupun mental. Puasa seharusnya mengajarkan manusia untuk makan dan minum secukupnya, baik saat bulan Ramadan maupun di bulan-bulan lainnya.
“Kalau kita mengenali dan mengatur pola makan dengan baik, puasa sebenarnya bisa membuat pikiran kita lebih jernih dan mencerahkan. Anggapan bahwa puasa membuat orang sulit berpikir itu mitos yang harus dipatahkan. Itu hanya terjadi pada mereka yang malas berpikir,” paparnya.
Di akhir kultumnya, Haedar mengingatkan para jamaah sholat Dzuhur agar dapat mengubah gaya hidup agar lebih sehat dan penuh kesadaran. Dengan demikian, puasa bukan hanya menjadi ritual tahunan, tetapi juga momentum untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ketakwaan. (ain)