Selasa, 19 Agustus 2025
  • AR
  • EN
  • IN
Muhammadiyah
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
No Result
View All Result
  • Login
Muhammadiyah
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
No Result
View All Result
  • Login
Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
Home Berita

Bagaimana Cara Menyelesaikan Konflik antara Wahyu dan Akal?

by ilham
6 bulan ago
in Berita
Reading Time: 4 mins read
A A
Bagaimana Cara Menyelesaikan Konflik antara Wahyu dan Akal?

MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Muhamad Rofiq Muzakkir, menyampaikan pandangannya mengenai metode ideal memahami nash yaitu Al-Qur’an dan Hadis serta kemungkinan konflik antara wahyu dan akal.

Presentasi yang disampaikan dalam acara Pengajian Ramadan Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Senin (03/03) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini menjadi bagian dari upaya Muhammadiyah untuk terus mengembangkan manhaj pemikiran keislaman yang relevan dengan dinamika zaman.

Dalam pemaparannya, Rofiq menegaskan bahwa metode ideal memahami nash bukanlah hal asing dalam dinamika gerakan Muhammadiyah. “Alhamdulillah kita sudah punya Manhaj Tarjih, dan Manhaj Tarjih ini sudah menjadi materi pokok yang dibicarakan dari satu pelatihan ke pelatihan yang lain untuk memahami Al-Qur’an dan Sunah,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam Manhaj Tarjih, langkah awal memahami nash adalah mengumpulkan semua nash secara kolektif, baik dari Al-Qur’an maupun Hadis, untuk kemudian diinterpretasi secara menyeluruh. Setelah itu, dibuatlah jenjang pemahaman yang mencakup nilai-nilai dasar, kaidah-kaidah pokok, dan hukum-hukum konkret.

MateriTerkait

UMM Gelar Pelatihan Juru Sembelih Halal, Teguhkan Komitmen Jaga Standar Halal Nasional

Apakah Bid‘ah Hasanah Itu Ada? Begini Pandangan Muhammadiyah

Jenderal Soedirman: Kader Muhammadiyah yang Menyala di Arena Kebangsaan

Rofiq menambahkan bahwa memahami nash juga memerlukan perangkat keilmuan spesifik, yakni teori hukum Islam atau ushul fiqh. “Untuk membaca Al-Qur’an dan Hadis serta menderivasi hukum, oh, enggak bisa sembarangan, harus ada perangkat keilmuannya,” tegasnya.

Namun, ia mengingatkan agar pendekatan ini tidak dibuat terlalu rumit atau “fancy” sehingga menimbulkan ketakutan untuk mendekati Al-Qur’an. “Al-Qur’an sebagai kitab hidayah, sebagai hudan linnas, is approachable by everyone, bisa didekati dan dibaca oleh siapa pun. Tapi sebagai sumber hukum, sumber pengetahuan yang konkret, Al-Qur’an membutuhkan satu perangkat keilmuan, dan tidak semua orang mempelajarinya. Itu disiplin yang disebut ilmu ushul fiqh,” paparnya.

Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa dalam Manhaj Tarjih, Muhammadiyah telah memiliki metode Bayani, Burhani, dan Irfani. “And we are done with it, jadi kita anggap cukup diskusi tentang itu. Saya tidak akan merepetisinya, tadi saya cuma mereview-nya,” ujar Rofiq, seraya mengajak audiens untuk membuka lembaran baru dalam berpikir tentang nash.

Kemungkinan Konflik antara Wahyu dan Akal

Rofiq kemudian mengarahkan pembicaraan pada isu yang menurutnya relatif belum banyak dibahas dalam diskusi internal Muhammadiyah, yaitu kemungkinan konflik antara wahyu di satu sisi dan akal di sisi lain.

“Bagaimana kita mencari jalan keluar, way out, dan untuk contoh konkretnya barangkali saya sebutkan di belakang. Tapi saya mulai dulu dengan memaparkan spektrum pemikiran keislaman ketika berhadapan dengan situasi konfliktif antara nash di satu sisi dan akal di sisi yang lain,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa akal dapat diterjemahkan sebagai penalaran, sains, atau empirisme. “Ketika terjadi benturan antara pengetahuan yang datang dari wahyu dan pengetahuan yang berasal dari empirisme, what we are going to do, kira-kira itu,” ungkapnya.

Dalam spektrum pemikiran keislaman, Rofiq menyebutkan berbagai alternatif pemikiran, mulai dari yang liberal hingga yang lebih ketat.

Sebagai contoh, ia mengulas gagasan filsuf Islam Ibnu Rusyd (Averroes), yang menulis buku-buku seperti Fashl Al-Maqal Fima Baina Al-Hikmah wa Asy-Syari’ah min Al-Ittishal, Manahij al-Adillah fi ‘Aqaid al-Millah, serta I’tiqad Masyasyin wa al-Mutakallimin. Menurut Ibnu Rusyd, wahyu dan akal tidak mungkin bertentangan karena keduanya berasal dari Tuhan.

“Bagi dia (Ibn Rusyd), wahyu itu berasal dari Tuhan, dan pengetahuan, baik yang sifatnya penalaran atau empirisme, juga berasal dari Tuhan. Keduanya tidak mungkin konfliktif,” jelas Rofiq. Namun, Ibnu Rusyd mengakui adanya potensi konflik jika pemahaman terhadap sains atau wahyu tidak benar.

Solusi yang ditawarkan Ibnu Rusyd adalah mengklasifikasikan manusia menjadi dua kelompok: al-jumhur (orang awam) dan al-ulama (para filsuf). Bagi Ibnu Rusyd, jika Al-Qur’an bertentangan dengan akal para filsuf, yang benar adalah akal para filsuf, karena Al-Qur’an diturunkan untuk orang awam, sedangkan kebenaran sejati ada pada filsuf.

Pandangan ini, menurut Rofiq, juga sejalan dengan Ibnu Sina (Avicenna) yang menyatakan bahwa syariat ditujukan untuk orang awam. “Ini mungkin something yang kita enggak pernah tahu. Kita selama ini mengglorifikasi Ibnu Rusyd, tapi ada sisi kontroversial yang hari ini kita mungkin menganggapnya tidak masuk ranah ortodoksi,” ungkapnya.

Ia mencontohkan pernyataan kontroversial Ibnu Sina yang membenarkan konsumsi alkohol dengan alasan dirinya berada di atas hukum syariat.

Untuk memberikan contoh konkret, Rofiq membahas isu eternitas alam semesta. Menurut Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd, alam semesta bersifat qadim (abadi) dan tidak memiliki awal, sebagai konsekuensi logis dari keberadaan Allah. “Makna ‘tidak diciptakan’ adalah ketika Allah ada, alam ada. Itu terpengaruh dari kausalitas hukum sebab-akibat dalam fisika,” jelasnya.

Pandangan ini bertentangan dengan ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Allah menciptakan alam semesta dengan Kun Fayakun. Namun, para filsuf menyarankan agar ayat-ayat tersebut ditakwilkan, karena kebenaran sejati menurut mereka ada pada akal filsuf, bukan pada pemahaman literal Al-Qur’an.

Pandangan ini memicu respons keras dari Al-Ghazali, yang dalam Tahafut al-Falasifah mengkafirkan para filsuf seperti Ibnu Sina karena keyakinan mereka bahwa alam semesta tidak memiliki awal. “No, no, no, kata Al-Ghazali. Kalau Al-Qur’an bilang Kun Fayakun, it’s clear. Allah itu menciptakan sesuatu, creation ex nihilo, menciptakan sesuatu dari ketiadaan,” tegas Rofiq.

Rofiq kemudian beralih pada pandangan Fakhr ar-Din Al-Razi. Dalam bukunya Asas al-Taqdis, Al-Razi menyatakan bahwa jika terjadi konflik antara wahyu dan akal, akal harus didahulukan karena nash bisa bersifat zanni (tidak pasti). “Akal selalu superior,” kata Rofiq mengutip Al-Razi.

Namun, pendekatan berbeda ditawarkan oleh Ibnu Taimiyah dalam Daru Ta’arudh al-‘Aql wa al-Naql. Ibnu Taimiyah menolak kemungkinan konflik antara akal dan nash dengan membagi keduanya menjadi qat’i (pasti) dan zanni (tidak pasti).

“Kata Ibnu Taimiyah, akal yang qat’i dan nash yang qat’i tidak mungkin bertabrakan. Tapi kalau akal yang qat’i bertemu dengan nash yang zanni, yang dimenangkan adalah yang qat’i,” jelas Rofiq. Ia menambahkan bahwa jika keduanya sama-sama zanni, maka diperlukan tarjih untuk menentukan yang lebih kuat.

Secara pribadi, Rofiq mengaku lebih condong pada manhaj Ibnu Taimiyah. “Pada prinsipnya, kita harus membagi antara yang qat’i dan tidak qat’i. Yang didahulukan selalu adalah yang qat’i,” katanya.

Penerapan pada Isu Kontemporer

Rofiq juga menyentuh penerapan pendekatan ini pada isu kontemporer seperti LGBT dan konsumsi kencing unta. Ia menyebutkan bahwa jurnal ilmiah di Barat kini mengklaim bahwa LGBT adalah bawaan sejak lahir, bukan disorientasi seksual, yang bertentangan dengan kisah Nabi Luth dalam Al-Qur’an.

“Kalau kita ambil paradigma Al-Razi, kita akan bilang, ‘Oh, lihat data empiriknya.’ Tapi kalau pakai paradigma Ibnu Taimiyah, kita tanya mana yang qat’i,” ujarnya.

Begitu pula dengan hadis tentang kencing unta, yang secara empirik dianggap menjijikkan. “Bagaimana kita merekonsiliasinya? Again, back to theory: mana yang qat’i, mana yang zanni,” tambahnya.

Rofiq kemudian menegaskan bahwa dimensi ini masih relatif belum banyak dibahas di ruang publik Muhammadiyah. “Ini isu yang perlu kita address dalam Manhaj pemikiran keislaman Muhammadiyah atau Manhaj Tarjih,” katanya.

ShareTweetSendShareShare
Previous Post

Kajian Historis Islam Wasathiyah: Mengenal Sejarah Hingga Karakteristik Peradaban Islam Asia Tenggara

Next Post

Tantangan dan Strategi Muhammadiyah dalam Penguatan Islam Wasathiyah

Baca Juga

UMM Gelar Pelatihan Juru Sembelih Halal, Teguhkan Komitmen Jaga Standar Halal Nasional
Berita

UMM Gelar Pelatihan Juru Sembelih Halal, Teguhkan Komitmen Jaga Standar Halal Nasional

19/08/2025
Enam Amalan yang Terkait Erat dengan Arah Kiblat
Artikel

Apakah Bid‘ah Hasanah Itu Ada? Begini Pandangan Muhammadiyah

18/08/2025
Presiden Prabowo Sebut Panglima TNI Pertama adalah Seorang Guru, Siapakah Dia?
Berita

Jenderal Soedirman: Kader Muhammadiyah yang Menyala di Arena Kebangsaan

18/08/2025
Nasionalisme dalam Pandangan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah
Artikel

Darah Muda, Denyut Kedaulatan

18/08/2025
Next Post
Tantangan dan Strategi Muhammadiyah dalam Penguatan Islam Wasathiyah

Tantangan dan Strategi Muhammadiyah dalam Penguatan Islam Wasathiyah

Muhammadiyah di Abad Kedua Siap Menjadi Pilar Ekonomi Bangsa

Keutamaan Mendengarkan Al-Qur’an di Bulan Ramadan: Sumber Ketenangan dan Keberkahan

Apakah Abu Nawas Pernah Begadang?

Apakah Abu Nawas Pernah Begadang?

BERITA POPULER

  • Tujuh Alasan Mengapa Al Quran Diturunkan secara Bertahap

    Empat Tahapan Interaksi yang Baik dengan Al-Qur’an: Pelajaran dari KH. Ahmad Dahlan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perguruan Tinggi Muhammadiyah Baru di Bojonegoro Siap Cetak Generasi Technopreneur

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kementerian PU RI Bersinergi dengan Muhammadiyah Bangun Pondasi Negeri yang Berkelanjutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prinsip Ittiḥād al-Maṭāliʿ adalah Pendapat Jumhur Ulama dalam Penetapan Kalender Hijriah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tiga Kampung Bersejarah yang Menjadi Titik Lahir dan Perkembangan Muhammadiyah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Majelis Tabligh Kembangkan Quranic Botanical Garden, Kiai Saad Ibrahim: Jangan Lupa Tanam Durian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 110 Tahun Suara Muhammadiyah Menjadi Mercusuar Pencerahan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gejolak Sosial dan Makna Kemanusiaan dalam Perspektif Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ibadah dalam Islam: Vertikal ke Allah SWT, dan Horizontal Kebaikan untuk Sesama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Majelis

  • Tarjih dan Tajdid
  • Tabligh
  • Diktilitbang
  • Dikdasmen dan PNF
  • Pembinaan Kader dan SDI
  • Pembinaan Kesehatan Umum
  • Peminaan Kesejahteraan Sosial
  • Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata
  • Pendayagunaan Wakaf
  • Pemberdayaan Masyarakat
  • Hukum dan HAM
  • Lingkungan Hidup
  • Pustaka dan Informasi

Lembaga

  • Pengembangan Pesantren
  • Pengembangan Cabang Ranting
  • Kajian dan Kemitraan Strategis
  • Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
  • Resiliensi Bencana
  • Amil Zakat, Infak dan Sedekah
  • Pengembang UMKM
  • Hikmah dan Kebijakan Publik
  • Seni Budaya
  • Pengembangan Olahraga
  • Hubungan dan Kerjasama Internasional
  • Dakwah Komunitas
  • Pemeriksa Halal dan KHT
  • Pembinaan Haji dan Umrah
  • Bantuan Hukum dan Advokasi Publik

Biro

  • Pengembangan Organisasi
  • Pengelolaan Keuangan
  • Komunikasi dan Pelayanan Umum

Ortom

  • Aisyiyah
  • Pemuda Muhammadiyah
  • Nasyiatul Aisyiyah
  • Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
  • Ikatan Pelajar Muhammadiyah
  • Tapak Suci Putra Muhammadiyah
  • Hizbul Wathon

Wilayah Sumatra

  • Nanggroe Aceh Darussalam
  • Sumatra Utara
  • Sumatra Selatan
  • Sumatra Barat
  • Bengkulu
  • Riau
  • Kepulauan Riau
  • Lampung
  • Jambi
  • Bangka Belitung

Wilayah Kalimantan

  • Kalimantan Barat
  • Kalimantan Timur
  • Kalimantan Selatan
  • Kalimantan Tengah
  • Kalimantan Utara

Wilayah Jawa

  • D.I. Yogyakarta
  • Banten
  • DKI Jakarta
  • Jawa Barat
  • Jawa Tengah
  • Jawa Timur

Wilayah Bali &

Kepulauan Nusa Tenggara

  • Bali
  • Nusa Tenggara Barat
  • Nusa Tenggara Timur

Wilayah Sulawesi

  • Gorontalo
  • Sulawesi Barat
  • Sulawesi Tengah
  • Sulawesi Utara
  • Sulawesi Tenggara
  • Sulawesi Selatan

Wilayah Maluku dan Papua

  • Maluku Utara
  • Maluku
  • Papua
  • Papua Barat
  • Papua Barat daya

Cabang Istimewa

  • PCIM Kairo Mesir
  • PCIM Iran
  • PCIM Sudan
  • PCIM Belanda
  • PCIM Jerman
  • PCIM United Kingdom
  • PCIM Libya
  • PCIM Malaysia
  • PCIM Prancis
  • PCIM Amerika Serikat
  • PCIM Jepang
  • PCIM Tunisia
  • PCIM Pakistan
  • PCIM Australia
  • PCIM Rusia
  • PCIM Taiwan
  • PCIM Tunisia
  • PCIM TurkI
  • PCIM Korea Selatan
  • PCIM Tiongkok
  • PCIM Arab Saudi
  • PCIM India
  • PCIM Maroko
  • PCIM Yordania
  • PCIM Yaman
  • PCIM Spanyol
  • PCIM Hongaria
  • PCIM Thailand
  • PCIM Kuwait
  • PCIM New Zealand

Kategori

  • Kabar
  • Opini
  • Hukum Islam
  • Khutbah
  • Media
  • Tokoh

Tentang

  • Sejarah
  • Brand Guideline

Layanan

  • Informasi
  • KTAM

Ekosistem

  • Muhammadiyah ID
  • MASA
  • EventMu
  • BukuMu
  • SehatMu
  • KaderMu
  • LabMu

Informasi

  • Redaksi
  • Kontak
  • Ketentuan Layanan
© 2025 Persyarikatan Muhammadiyah

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • AR icon bendera arab
  • EN
  • ID bendera indonesia
  • Home
  • Organisasi
    • Anggota Pimpinan Pusat
    • Keputusan Muktamar Ke-48
      • Risalah Islam Berkemajuan
      • Isu – Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal
      • Keputusan Lengkap
    • Majelis
      • Majelis Tarjih dan Tajdid
      • Majelis Tabligh
      • Majelis Diktilitbang
      • Majelis Dikdasmen dan PNF
      • Majelis Pembinaan Kader dan SDI
      • Majelis Pembinaan Kesehatan Umum
      • Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial
      • Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata
      • Majelis Pendayagunaan Wakaf
      • Majelis Pemberdayaan Masyarakat
      • Majelis Hukum dan HAM
      • Majelis Lingkungan Hidup
      • Majelis Pustaka dan Informasi
    • Lembaga
      • Lembaga Pengembangan Pesantren
      • Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid
      • Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis
      • Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
      • Lembaga Resiliensi Bencana
      • Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sedekah
      • Lembaga Pengembang UMKM
      • Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
      • Lembaga Seni Budaya
      • Lembaga Pengembangan Olahraga
      • Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional
      • Lembaga Dakwah Komunitas
      • Lembaga Pemeriksa Halal dan KHT
      • Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah
      • Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik
    • Biro
      • Biro Pengembangan Organisasi
      • Biro Pengelolaan Keuangan
      • Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum
    • Profil
      • AD/ ART Muhammadiyah
      • Sejarah Muhammadiyah
      • Lagu Sang Surya
      • Organisasi Otonom
      • Cabang Istimewa/Luar Negeri
    • Ideologi
      • Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
      • Masalah Lima
      • Kepribadian Muhammadiyah
      • Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
      • Khittah Muhammadiyah
      • Langkah Muhammadiyah
    • Daftar Anggota
  • Opini
    • Budaya Lokal
    • Filantropi & Kesejahteraan Sosial
    • Pemberdayaan Masyarakat
    • Lingkungan & Kebencanaan
    • Masyarakat Adat
    • Milenial
    • Moderasi Islam
    • Resensi
  • Hikmah
  • Hukum Islam
  • Khutbah
    • Khutbah Jumat
    • Khutbah Gerhana
    • Khutbah Nikah
    • Khutbah Idul Adha
    • Khutbah Idul Fitri
  • Tokoh
  • Kabar
    • Internasional
    • Nasional
    • Wilayah
    • Daerah
    • Ortom
  • Galeri
    • Foto
  • Login

© 2025 Persyarikatan Muhammadiyah - Cahaya Islam Berkemajuan.