Setelah tujuh takbir pada rakaat pertama dan lima takbir pada rakaat kedua, Rasulullah SAW mengajarkan untuk membaca surat-surat tertentu. Tradisi ini tidak hanya memperkaya kekhusyukan, tetapi juga menjadi cerminan bagaimana Nabi SAW menghidupkan salat Id dengan kalam Ilahi.
Tuntunan bacaan ini bersumber dari praktik Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh para sahabat. Salah satunya datang dari an-Nu‘man bin Basyir.
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْعِيدَيْنِ وَفِي الْجُمُعَةِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ اْلأَعْلَى وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِي الصَّلاَتَيْنِ
“Diriwayatkan dari an-Nu‘man bin Basyir bahwa Rasulullah SAW pada salat dua hari raya dan salat Jumat membaca Sabbihisma rabbikal-a‘laa (Surat al-A‘laa, no. 87) dan Hal ataka hadiitsul-ghaasyiyah (Surat al-Ghaasyiyah, no. 88). (An-Nu‘man) berkata lagi: Dan apabila Id bertemu dengan Jumat pada hari yang sama, beliau membaca kedua surat itu juga dalam kedua salatnya.” (HR. Muslim).
Hadis ini menunjukkan bahwa pada rakaat pertama, setelah takbir tujuh kali dan al-Fatihah, Rasulullah membaca Surat al-A‘laa; sementara pada rakaat kedua, setelah takbir lima kali dan al-Fatihah, beliau melanjutkan dengan Surat al-Ghaasyiyah.
Pilihan surat ini bukan tanpa makna. Surat al-A‘laa mengajak manusia untuk bertasbih dan mengagungkan Allah Yang Maha Tinggi, selaras dengan semangat takbir di hari raya. Sementara itu, Surat al-Ghaasyiyah mengingatkan tentang hari kiamat dan balasan bagi setiap jiwa, menjadi renungan di tengah kegembiraan Idul Fitri.
Namun, ada pula variasi lain yang dicontohkan Rasulullah SAW, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Waqid al-Laitsi.
عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ سَأَلَ أَبَا وَاقِدٍ اللَّيْثِيَّ مَا كَانَ يَقْرَأُ بِهِ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اْلأَضْحَى وَالْفِطْرِ فَقَالَ كَانَ يَقْرَأُ فِيهِمَا بِق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ وَاقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ
“Diriwayatkan dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bahwa Umar bin al-Khattab bertanya kepada Abu Waqid al-Laitsi mengenai apa yang dibaca oleh Rasulullah SAW pada salat Idul Adha dan Idul Fitri, maka ia menjawab: Adalah beliau pada salat dua hari raya membaca Qaaf wal-qur’aanil-majiid (Surat Qaaf, no. 50) dan Iqtarabatis-saa‘ah wansyaqqal-qamar (Surat al-Qamar, no. 54).” (HR. para ahli hadis, kecuali al-Bukhari).
Dalam riwayat ini, Rasulullah memilih Surat Qaaf pada rakaat pertama dan Surat al-Qamar pada rakaat kedua, keduanya sama-sama mengandung pengingat tentang keagungan Al-Qur’an dan tanda-tanda hari kiamat.
Kedua pilihan bacaan ini—al-A‘laa dan al-Ghaasyiyah atau Qaaf dan al-Qamar—menunjukkan fleksibilitas dalam sunnah, sekaligus kekayaan makna yang relevan dengan hari raya. Setelah tujuh takbir di rakaat pertama, al-Fatihah dibaca sebagai pembuka, diikuti salah satu dari al-A‘laa atau Qaaf. Kemudian, setelah lima takbir di rakaat kedua, al-Fatihah kembali dilantunkan, disusul al-Ghaasyiyah atau al-Qamar.