MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA – Konsep wasathiyah atau tengahan dalam Islam dapat ditarik ke dalam konteks zakat dan kebijakan publik. Dan bahkan juga dapat diterapkan dalam banyak situasi.
Menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, sekaligus Mendikdasmen RI Abdul Mu’ti, wasathiyah dalam konteks berzakat artinya membelanjakan harta di jalan Allah SWT tapi tidak dengan berlebihan.
Zakat maupun sedekah adalah perintah yang baik, dan jika dilaksanakan tentu berbalas pahala dan jariyah. Akan tetapi, dalam berzakat tidak boleh jor-joran – di sisi lain juga tidak boleh terlalu pelit untuk mengeluarkannya.
“Ibadah itu baik, tapi kalau berlebih-lebihan dalam beribadah itu tidak baik. Sedekah ya sedekah, tapi ojo kabeh dinyohne (jangan semua diberikan),” seloroh Mu’ti pada Jum’at (14/3) Gemah Kampus Ramadan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Sementara itu, wasathiyah dalam konteks kebijakan publik ialah dengan membuat peraturan maupun dasar-dasar hukum yang obyektif atau adil. Jangan sampai ketidaksukaan terhadap salah satu kelompok menjadikan kebijakan itu condong.
“Adil itu bukan berarti sama, melainkan menegakkan aturan sebagaimana mestinya,” tuturnya.
Melihat penerapan wasathiyah dalam dua konteks tersebut, Abdul Mu’ti menyebut, konsep wasathiyah ini diperlukan untuk membangun peradaban maju. Lebih-lebih bagi bangsa yang memiliki kemajemukan yang tinggi.
Mu’ti berpandangan, spirit yang dikandung dalam wasathiyah ini dalam menciptakan harmoni di tengah-tengah kehidupan berbangsa yang majemuk, termasuk kehidupan kemanusiaan global yang kompleks.