Oleh: Prof Syafrimen (Ketua Lazismu Wilayah Lampung)
Di bawah langit biru Kairo, Mesir yang membentang luas, berdiri Piramida-Piramida megah di Giza, seolah-olah waktu berhenti menghormati kebesaran masa lalu. Ribuan tahun telah berlalu, namun batu-batu raksasa itu tetap kokoh, bukan hanya sebagai simbol keagungan, melainkan juga bukti nyata tentang apa yang bisa dicapai ketika individu-individu bersatu demi tujuan bersama.
Rihlah ke Piramida di Kairo, Mesir bukan hanya perjalanan fisik, melainkan juga merupakan spiritual dan intelektual yang syarat dengan makna, jika kita mau merenungkannya. Setiap langkah mendekati struktur-struktur Piramida ini menghadirkan renungan mendalam tentang makna kebersamaan dan bagaimana sebuah bangsa membangun peradabannya.
Piramida: Tidak Sekadar Makam Raja
Banyak yang mengira Piramida hanya makam megah untuk Firaun, tetapi seiring berkembangnya penelitian, kita memahami bahwa Piramida merupakan simbol persatuan rakyat Mesir kuno. Pembangunan Piramida, seperti diyakini oleh banyak arkeolog, bukan merupakan hasil kerja paksa, melainkan kolaborasi ribuan pekerja terampil seperti; petani, tukang batu, insinyur, dan seniman yang bekerjasama demi sebuah pekerjaan yang monumental (sepeti kita saksikan hingga saat ini).
Mereka bekerja dengan kesadaran yang sangat luar biasa, Piramida bukan hanya rumah bagi raja mereka untuk kehidupan setelah mati, tetapi merupakan simbol kekuatan, stabilitas, dan kemakmuran bangsa. Karya besar itu terwujud bukan karena satu individu, melainkan hasil dari kolaborasi dan semangat kerja secara kolektif.
Pembelajaran yang bisa kita ambil adalah tidak ada peradaban besar yang berdiri di atas pundak satu orang, melainkan lahir dari persatuan banyak tangan dan pikiran.
Kebersamaan sebagai Fondasi Peradaban
Sejarawan mencatat bahwa sekitar 100.000 orang bekerja membangun Piramida. Meski angka ini masih diperdebatkan, yang jelas, proyek sebesar itu tidak mungkin terealisasi tanpa sistem organisasi sosial yang rapi, kepercayaan antar sesama, dan tujuan bersama.
Kebersamaan di Mesir kuno tidak hanya sekedar bekerja membangun Piramida, tetapi juga bagaimana mereka memelihara sistem irigasi di Sungai Nil, mendistribusikan hasil panen, dan menjaga keseimbangan sosial.
Kaitannya dengan Pembangunan Bangsa?
Visi Bersama: Firaun dan rakyat Mesir kuno memiliki tujuan membangun monumen abadi. Sebuah bangsa modern juga butuh visi bersama, mimpi kolektif yang mampu menggerakkan semua elemen masyarakat.
Gotong Royong: Piramida menjadi bukti bahwa kemajuan tidak bisa dicapai sendirian atau segelintir orang. Membangun bangsa, prinsip gotong royong dan kolaborasi menjadi fondasi utama. Semua sektor, baik ekonomi, pendidikan, maupun teknologi harus berjalan secara seiring.
Rasa Memiliki: Para pekerja di Piramida bekerja bukan semata untuk Firaun, tetapi untuk warisan mereka sendiri. Bangsa yang besar adalah bangsa yang masyarakatnya memiliki kesadaran untuk berkontribusi dan merasa bahwa kejayaan adalah kesuksesan mereka juga.
Menggali Makna Peradaban untuk Masa Kini
Ketika berdiri di hadapan Piramida Giza, seseorang tak bisa menghindari pertanyaan mendalam, yaitu: Bagaimana mereka melakukannya? Apa yang mendorong mereka bertahan dalam proyek pembangunan Piramida selama bertahun-tahun?
Jawabannya terletak pada rasa kebersamaan yang luar biasa. Mereka tidak hanya membangun batu demi batu, tetapi membangun identitas kolektif mereka sebagai satu bangsa.
Bagi kita hari ini, tantangannya memang berbeda, tetapi prinsipnya tetap sama: peradaban tidak bisa dibangun di atas perpecahan. Jika bangsa Mesir kuno bisa memindahkan atau mencetak batu seberat berton-ton dengan harmoni dan organisasi yang luar biasa, maka bangsa modern bisa menghadapi krisis sosial, ekonomi, dan politik dengan kekuatan kebersamaan.
Merawat Semangat Piramida dalam Hati Bangsa
Kunjungan ke Piramida Kairo bukan hanya sekedar mengagumi bangunan kuno, tetapi juga merenungi makna substansi dari bangunan Monumental tersebut. Mengajarkan kita bahwa peradaban yang besar bukanlah tentang kekuatan individu, melainkan bagaimana setiap orang mengambil peran kecil namun berarti sesuai dengan kapasita dan kapabilitasnya masing-masing.
Sebagaimana batu-batu Piramida yang saling menopang hingga membentuk puncak yang menjulang tinggi, demikian pula sebuah bangsa: setiap warga adalah “batu” yang mendukung. Pemimpin adalah “puncak” yang hanya bisa berdiri jika fondasinya tertancap kuat dan kokoh.
Mari kita belajar dari Mesir kuno: membangun peradaban bukan siapa yang paling kuat, tetapi siapa yang bersedia bahu-membahu demi masa depan sebuah Bangsa (Rumah Besar Tempat Berlindung Bersama).