Ibadah puasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat. Namun, ada kondisi tertentu yang membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa, di antaranya menstruasi dan kehamilan. Kedua kondisi ini memiliki konsekuensi hukum yang berbeda dalam mengganti puasa yang tertinggal.
Bagi perempuan yang mengalami haid, hukum Islam secara tegas melarangnya untuk berpuasa. Rasulullah Saw menegaskan bahwa seorang perempuan yang mengalami menstruasi wajib mengganti (qadha) puasa yang ditinggalkannya setelah bulan Ramadan.
Hal ini sebagaimana yang disampaikan dalam hadis riwayat Aisyah Ra, yang menjelaskan bahwa perempuan diperintahkan untuk mengqadha puasa tetapi tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.
كَانَ يُصِيْبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ. [رواه مسلم عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا]
“Adalah kami mengalami demikian (haidl), kami diperintahkan mengqadla’ puasa dan tidak diperintah mengqadla shalat.” [HR. Muslim].
Sementara itu, bagi perempuan hamil, terdapat kelonggaran dalam menjalankan puasa. Jika kondisi fisiknya lemah atau dikhawatirkan berdampak buruk bagi kesehatannya atau janin yang dikandungnya, maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Dalam hal ini, Al-Qur’an menyebutkan bahwa bagi mereka yang mengalami kesulitan berat dalam berpuasa, diwajibkan membayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin setiap hari yang ditinggalkan.
Hadis Nabi Saw juga memperjelas bahwa perempuan hamil dan menyusui mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa, sebagaimana juga berlaku bagi musafir yang diperbolehkan meninggalkan puasa dan mengqashar shalat. Ibnu Abbas Ra menegaskan bahwa perempuan hamil dan menyusui termasuk golongan yang mendapat rukhsah (keringanan) untuk membayar fidyah sebagai pengganti puasa yang tidak dilakukan.
أَنْتِ بِمَنْزِلَةِ الَّذِى يُطِيْقُهُ فَعَلَيْكِ الْفِدَاءُ وَلاَ قَضَاءَ عَلَيْكِ. [رواه البزار وصححه الدارقطنى]
“Kamu (perempuan hamil atau menyusui) termasuk orang yang sangat berat berpuasa, maka kepadamu wajib membayar fidyah dan tidak diwajibkan mengqadla’.” [HR. al-Bazzar dan dishahihkan oleh ad-Daruquthni].
Dalam konteks ini, perbedaan antara perempuan yang meninggalkan puasa karena haid dan karena hamil menjadi jelas. Perempuan yang tidak berpuasa karena haid wajib menggantinya dengan qadha, sementara perempuan hamil yang tidak berpuasa karena kekhawatiran terhadap kondisi dirinya atau janinnya dapat menggantinya dengan membayar fidyah tanpa perlu mengqadha.
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Membayar Hutang Puasa Dalam Kondisi Hamil”, https://fatwatarjih.or.id/hutang-puasa-hamil-diganti-fidyah/, diakses pada Jumat, 07 Februari 2025.