Di tengah meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia, tantangan dalam memastikan kesejahteraan mereka menjadi semakin kompleks. Lansia tidak hanya menghadapi masalah kesehatan, tetapi juga keterbatasan akses terhadap layanan sosial dan ekonomi yang layak. Dalam kondisi ini, diperlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan untuk memastikan bahwa kelompok lansia tetap memiliki peran aktif dalam masyarakat.
Sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah memiliki komitmen kuat dalam meningkatkan kesejahteraan lansia. Berbagai program telah dikembangkan, baik dalam bentuk layanan sosial, pemberdayaan ekonomi, hingga pendekatan keagamaan yang terintegrasi dengan kebutuhan lansia.
Perspektif Muhammadiyah dalam Pemberdayaan Lansia
Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah telah dikenal sebagai organisasi yang memiliki perhatian besar terhadap kelompok rentan, termasuk lansia. Hal ini sejalan dengan prinsip Islam yang menekankan pentingnya penghormatan dan perlindungan terhadap orang tua. Dalam ajaran Islam, birrul walidain (berbakti kepada orang tua) merupakan nilai fundamental yang diterjemahkan Muhammadiyah dalam bentuk layanan sosial yang konkret.
Muhammadiyah menempatkan isu kelompok lanjut usia (lansia) sebagai isu kebangsaan strategis. Jika tidak diantisipasi dengan baik, peningkatan jumlah lansia dapat menjadi tantangan sosial yang serius. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat perlu melakukan mitigasi demografi dengan berbagai program yang memungkinkan lansia tetap produktif melalui berbagai kegiatan yang positif.
Sebagai bentuk komitmennya, Muhammadiyah juga telah menerbitkan Buku Keluarga dan Komunitas Ramah Lanjut Usia yang memberikan panduan bagi masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan lansia. Selain itu, Muhammadiyah juga tengah menyusun Fikih Lansia, yang diharapkan menjadi pedoman dalam memberikan perlindungan dan memberdayakan lansia sesuai dengan prinsip Islam.
Muhammadiyah memandang lansia bukan hanya sebagai kelompok yang membutuhkan perlindungan, tetapi juga sebagai individu yang tetap memiliki potensi. Oleh karena itu, Muhammadiyah menekankan pentingnya pendekatan pemberdayaan yang memungkinkan lansia tetap aktif, produktif, dan memiliki peran dalam masyarakat. Pendekatan ini terlihat dalam berbagai program yang tidak hanya memberikan bantuan sosial, tetapi juga membuka peluang bagi lansia untuk tetap berkarya dan mandiri.
Senior Citizen: Sebuah Pendekatan Baru
Muhammadiyah lebih memilih menggunakan istilah Senior Citizen dibandingkan istilah lansia. Menurut Muhammadiyah, istilah lansia sering kali dikonotasikan dengan ketidakberdayaan dan menjadi objek bantuan semata. Sebaliknya, istilah Senior Citizen menegaskan bahwa kelompok ini tetap memiliki potensi yang dapat dikembangkan, sehingga mereka harus diberdayakan agar tetap produktif dan memiliki peran aktif di masyarakat.
Menurut Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, pendekatan ini merupakan bagian dari filosofi Muhammadiyah dalam melihat kelompok rentan bukan sebagai objek yang harus dikasihani, tetapi sebagai subjek yang tetap bisa mandiri dan berkarya. “Muhammadiyah termasuk yang sejak awal konsisten menggunakan kata senior care, sehingga bapak/ibu yang sudah di atas 60 itu maksudnya adalah senior citizen, warga negara senior,” ujarnya.
Pendekatan ini juga menekankan bahwa senior citizen harus tetap menjadi bagian integral dari masyarakat, bukan hanya menerima bantuan tetapi juga dapat berkontribusi sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian, mereka tidak merasa terisolasi dan tetap memiliki peran sosial yang aktif.
Program Muhammadiyah Senior Care
Dalam wawancara eksklusif bersama Mariman Darto, selaku Ketua MPKS PP Muhammadiyah, menjelaskan bahwa Muhammadiyah memiliki dua model pemberdayaan lansia yang diterapkan dalam Muhammadiyah Senior Care (MSC):
- Living Senior Care – Model ini memungkinkan lansia untuk tinggal di sebuah residence yang dikelola oleh Muhammadiyah dengan fasilitas yang menunjang kehidupan yang aktif dan sehat.
- Day Care Senior Care – Konsep ini lebih fleksibel, di mana lansia bisa dititipkan sementara oleh keluarga mereka dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sosial dan spiritual sebelum kembali ke rumah.
Muhammadiyah telah mengembangkan beberapa pusat Senior Care yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Beberapa lokasi utama Senior Care Muhammadiyah antara lain: Yogyakarta tepatnya di Condongcatur dan Gamping, lalu ada juga di Jawa Tengah, dan Jawa Timur serta beberapa daerah lainnya yang juga mulai dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Mariman menekankan bahwa pendekatan ini tidak hanya bertujuan memberikan tempat tinggal yang layak bagi lansia, tetapi juga memastikan mereka tetap memiliki aktivitas yang bermakna. “Kami ingin agar para lansia tetap merasa dihargai dan berkontribusi bagi masyarakat. Ini bukan sekadar tempat tinggal, tapi tempat di mana mereka tetap bisa berkarya dan bersosialisasi,” jelasnya.
Pemberdayaan Ekonomi Lansia
Lebih lanjut, Mariman juga menyoroti pentingnya pemberdayaan ekonomi bagi lansia, terutama mereka yang berada di daerah pedesaan. Muhammadiyah tengah mengembangkan prototipe ekonomi mandiri lansia, yang memungkinkan mereka tetap memiliki penghasilan. “Kami ingin memperluas jaringan pemberdayaan lansia, terutama di desa-desa, agar mereka tetap produktif dan dapat menopang kehidupan mereka sendiri,” tambahnya.
Menurutnya, ada dua aspek utama dalam pemberdayaan lansia, yaitu aktivitas fisik dan mental. Lansia yang tetap aktif secara fisik dan terlibat dalam aktivitas sosial cenderung memiliki kesehatan yang lebih baik dan kualitas hidup yang lebih tinggi. “Kami juga ingin mengadopsi konsep dari luar negeri, di mana lansia tetap bekerja di sektor yang sesuai dengan kondisi mereka, seperti perhotelan atau restoran khusus lansia. Namun, implementasinya di Indonesia masih memerlukan kajian lebih lanjut,” ujarnya.
Dukungan Kementerian Sosial terhadap Program Muhammadiyah
Komitmen Muhammadiyah dalam pemberdayaan lansia juga mendapat dukungan dari Kementerian Sosial RI. Indonesia tengah menghadapi fenomena ageing population, di mana jumlah lansia terus meningkat secara signifikan. Berdasarkan data Kementerian Sosial, pada tahun 2022 jumlah lansia di Indonesia mencapai 27 juta orang atau 10,48 persen dari total penduduk. Angka ini diproyeksikan akan terus meningkat hingga mencapai 63,3 juta atau 19,9 persen pada tahun 2045.
Dian Bulan Sari, perwakilan dari Direktorat Rehabilitasi Sosial Lanjut Usia Kementerian Sosial RI, mengungkapkan bahwa pendekatan Muhammadiyah yang berbasis komunitas dan nilai-nilai keagamaan menjadi contoh bagi berbagai lembaga sosial lainnya. “Kami sangat mendukung inisiatif Muhammadiyah dalam pemberdayaan lansia, karena konsep ini tidak hanya memberikan pelayanan sosial tetapi juga memastikan bahwa lansia tetap aktif dan produktif,” ujarnya.
Dengan adanya program-program ini, Muhammadiyah berharap bahwa kelompok senior tetap merasa dihargai, tidak terisolasi, dan tetap memiliki semangat untuk menjalani kehidupan yang bermartabat. Dengan pendekatan berbasis nilai Islam dan inklusivitas sosial, Muhammadiyah terus berupaya menciptakan lingkungan yang ramah bagi lansia dan memastikan bahwa mereka tetap menjadi bagian yang dihargai dalam kehidupan bermasyarakat. (ain)