MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Menurut Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Muhadjir Effendy, aspek pemberdayaan dalam UU Nomor 18 Tahun 2019 tidak hanya berlaku ke dalam melainkan besar berdampak keluar.
Hal itu disampaikan Muhadjir yang juga Menko PMK periode 2019-2024 sebagai pemrakarsa UU Nomor 18 Tahun 2019 ini pada Rabu (19/2) dalam Rilis Hasil Penelitian yang dilakukan oleh PPIM UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Misi pemberdayaan pesantren yang dituangkan di dalam UU Nomor 18 Tahun 2019, kata Muhadjir, diharapkan dari keberadaan pesantren itu supaya memberikan dampak ke lingkungan masyarakat lebih-lebih di bidang ekonomi.
“Dan itu mau tidak mau bagaimana ada interelasi antara sumber daya di lingkungan pesantren dengan yang ada di luar pesantren,” katanya.
Menurut Muhadjir, UU Nomor 18 Tahun 2019 itu menekankan supaya keberadaan pesantren tidak berjarak dengan lingkungan masyarakat sekitar, dan ikut serta memutar roda ekonomi di masyarakat tempatnya berdiri.
Dalam intervensi yang dilakukan ke pesantren, Muhadjir melihat terdapat dua faktor utama yang penting untuk diperhatikan. Pertama adalah faktor ketahanan hidup pesantren itu yang artinya tentang urusan ekonomi.
Sementara faktor kedua adalah basis, karena mayoritas pesantren di Indonesia berada di pedesaan, maka program-program yang dibangun oleh pesantren melekat atau inheren dalam lingkungannya.
“Itu yang harusnya menjadi pangkal tolak kalau kita mau menginternalisasi, menginstitusionalisasi masalah lingkungan, ramah lingkungan, atau lingkungan yang berkelanjutan di pesantren,” katanya.
Artinya keberadaan pesantren harus memiliki dua aspek ke dalam dan keluar, selain menjaga ketahanan hidupnya, di sisi lain juga harus memikirkan dampak pesantren terhadap lingkungan masyarakat sekitarnya.