MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Keberadaan penceramah perempuan dalam salat tarawih berjamaah masih jarang ditemukan di masjid-masjid selama bulan Ramadan. Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Alimatul Qibtiyah, menyoroti hal ini dalam unggahannya di akun Instagram alimatul_qibtiyah pada Senin (10/2).
Alim menegaskan bahwa Islam memberikan hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan untuk menyampaikan ilmu dan pemikirannya, termasuk dalam dakwah Ramadan.
“Islam mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama, termasuk dalam kesempatan untuk menyampaikan pemikiran dan ilmu selama Ramadan. Namun, kenyataannya masih sangat sedikit penceramah perempuan saat tarawih. Bahkan, banyak masjid yang tidak memberikan jadwal atau kesempatan kepada penceramah perempuan,” ujarnya.
Menurut Alim, banyak perempuan yang memiliki kapasitas keilmuan mumpuni untuk berdakwah di bulan Ramadan, termasuk saat tarawih. Pengalaman-pengalaman perempuan dalam kehidupan beragama juga tidak selalu bisa diwakili oleh perspektif laki-laki.
Oleh karena itu, membuka ruang bagi perempuan sebagai penceramah adalah bagian dari mengimplementasikan nilai kesetaraan dan keadilan dalam Islam.
“Kita tahu banyak perempuan yang mumpuni untuk menjadi penceramah saat bulan Ramadan, termasuk saat tarawih. Memberikan kesempatan kepada mereka adalah wujud dari nilai-nilai kesetaraan dan keadilan yang diyakini Islam itu sendiri,” tambahnya.
Seruan ini menjadi pengingat bagi pengelola masjid untuk lebih inklusif dalam memberikan kesempatan kepada perempuan dalam ruang-ruang dakwah, khususnya di bulan Ramadan.
Kesetaraan Laki-Laki dan Perempuan dalam Islam
Dalam buku Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, Islam menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama dalam ibadah dan tanggung jawab di muka bumi. Keyakinan ini bukan sekadar wacana, tetapi prinsip mendasar yang ditegaskan dalam Al-Qur’an.
Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 97, bahwa siapa pun yang beriman dan beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, akan diberi kehidupan yang baik dan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Ayat ini menegaskan bahwa penghargaan terhadap manusia tidak didasarkan pada jenis kelamin, melainkan pada ketakwaan dan amalnya.
Kesetaraan ini juga terlihat dalam peran laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi. Islam tidak membatasi amanah kekhalifahan hanya kepada laki-laki, tetapi diberikan kepada seluruh manusia.
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 30, Allah SWT berfirman: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’” Ayat ini menggunakan kata khalifah dalam bentuk umum, yang mencakup laki-laki dan perempuan sebagai pemimpin dan pengelola kehidupan di dunia.
Kesetaraan bukan berarti meniadakan perbedaan kodrat, tetapi memberikan ruang yang adil bagi keduanya untuk berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat. Islam tidak mengajarkan dominasi salah satu jenis kelamin atas yang lain, melainkan keseimbangan dalam hak, kewajiban, dan penghargaan terhadap peran masing-masing.