MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) kembali mengukuhkan tiga perempuan sebagai guru besar dalam Rapat Senat Terbuka yang digelar di Ballroom Dormitory UMY pada Selasa (25/2).
Dikukuhkannya tiga perempuan sebagai guru besar dalam acara ini menjadi momentum penting bagi dunia akademik, khususnya dalam penguatan peran perempuan di bidang pendidikan tinggi.
Tiga guru besar yang dikukuhkan merupakan dosen UMY sekaligus aktivis ‘Aisyiyah yang berfokus pada pemberdayaan perempuan, yakni Prof. Arliana Dewi, Prof. Ika Nurul Qamari, dan Prof. Titin Purwaningsih. Dengan pengukuhan ini, mereka semakin memperkuat peran akademisi perempuan dalam membawa perubahan dan kemajuan bagi umat dan bangsa.
Peran Perguruan Tinggi Muhammadiyah dalam Mencerdaskan Bangsa
Dalam sambutannya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyampaikan apresiasi kepada UMY yang terus berupaya meningkatkan kualitas akademik dengan bertambahnya jumlah guru besar.
“Kami atas nama Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan tahniah kepada UMY yang terus menambah jumlah guru besarnya. Ini adalah salah satu pilar dalam membangun kampus sebagai pusat keunggulan. UMY telah menjadi salah satu perguruan tinggi yang menjadi kebanggaan Persyarikatan Muhammadiyah,” ujar Haedar.
Lebih lanjut, Haedar menegaskan bahwa perguruan tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah memiliki tanggung jawab besar dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Saat ini, Muhammadiyah memiliki 162 perguruan tinggi yang terus berupaya meningkatkan kualitas dan perannya di dunia pendidikan.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa perguruan tinggi swasta seperti UMY menghadapi tantangan lebih besar dibandingkan perguruan tinggi negeri yang memiliki dukungan anggaran dari APBN.
“Kita berbeda dengan perguruan tinggi negeri yang sudah memiliki bantalan kuat dalam hal anggaran. Bagi perguruan tinggi swasta seperti kita, setiap satu rupiah sangat bermakna. Tidak ada pemborosan karena perjuangan kita terletak di situ. Ini juga merupakan amanah yang melekat dalam alam pikiran kita sebagai bagian dari Muhammadiyah,” jelasnya.
Haedar menegaskan bahwa memajukan perguruan tinggi baik Negeri maupun Swasta, bukan sekadar persoalan anggaran atau keuangan, tetapi juga perjuangan dan pengabdian.
“Jika kita hanya terjebak dalam persoalan anggaran dan keuangan, akan sulit untuk maju. Semua ini memerlukan perjuangan dan pengabdian. Memimpin perguruan tinggi bukan hanya soal administrasi, tetapi ada tanggung jawab konstitusional dan perjuangan kemerdekaan bagaimana mengelola perguruan tinggi tidak hanya soal uang,” tambahnya.