MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Penyusunan Tafsir At-Tanwir tidak sekadar merangkai teks keagamaan, tetapi juga menghadirkan metodologi yang relevan dengan kebutuhan umat. Tafsir ini harus memenuhi standar teknis yang ketat, mulai dari konsistensi dalam struktur tulisan hingga keakuratan dalam penerapan kaidah bahasa dan bacaan.
Dalam rangka memastikan hal tersebut, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar halaqah pra penulisan Tafsir At-Tanwir di Gedoeng PP Muhammadiyah Jalan KH Ahmad Dahlan pada Sabtu (15/02).
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Ustadi Hamsah, menegaskan bahwa sejak awal, proses penulisan harus didesain dengan benar agar efisien dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
“Dalam proses ini, sejak awal kita harus mendesain dengan benar. Jika teknis awalnya sudah sesuai dengan layout yang kita tetapkan, maka pekerjaan akan lebih cepat,” ujar Ustadi.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa naskah tafsir ini harus mewakili spirit At-Tanwir yang mencakup tiga aspek utama. Pertama, responsivitas, di mana tafsir ini harus mampu menjawab persoalan-persoalan aktual yang dihadapi umat.
Kedua, inspiratif, yakni membangkitkan dinamika berpikir dan memotivasi pembaca untuk berbuat lebih baik. Ketiga, tafsir ini harus membangkitkan etos, yang mencakup etos ibadah, ekonomi, sosial, dan keilmuan, agar tafsir ini dapat menjadi pendorong kemajuan umat.
Alur Penulisan Tafsir At-Tanwir
Selain membahas aspek teknis dan spirit tafsir, halaqah ini juga menguraikan tahapan panjang yang harus dilalui dalam proses penulisan Tafsir At-Tanwir.
Tahapan pertama adalah penentuan dan pemilihan penulis tafsir, yang dilakukan secara selektif oleh pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid serta tim editor. Para penulis dipilih berdasarkan kapasitas keilmuan dan pemahaman mereka terhadap tafsir serta metodologi yang diterapkan dalam Tafsir At-Tanwir.
Setelah penulis terpilih, tahapan berikutnya adalah koordinasi penulisan, di mana tim akan menghubungi mereka dan menyelenggarakan halaqah pra penulisan seperti yang berlangsung hari ini. Dalam tahap ini, para penulis dibekali panduan teknis serta arahan mengenai standar yang harus diikuti dalam penyusunan tafsir.
Proses berlanjut ke tahap penulisan, di mana para penulis diberikan keleluasaan dalam menyusun tafsir sesuai dengan judul dan tema yang telah ditentukan. Meskipun memiliki kebebasan dalam menyusun argumentasi dan pendekatan tafsir, mereka tetap harus mengikuti kaidah yang telah disepakati agar hasil akhir memiliki keseragaman metodologi.
Setelah naskah awal selesai, masuk ke tahap halaqah tafsir, di mana para pakar akan menguji dan menilai seberapa kuat tulisan yang telah disusun. Dalam sesi ini, setiap naskah akan dikaji secara mendalam, baik dari aspek keilmuan, ketepatan metodologi, maupun kesesuaian dengan spirit At-Tanwir. Masukan dari halaqah tafsir menjadi dasar bagi para penulis untuk melakukan revisi dan penyempurnaan naskah.
Tahapan selanjutnya adalah konsinyering, yakni proses di mana para penulis mengirimkan hasil revisinya kepada tim penyunting. Dalam tahap ini, tim editor akan melakukan pengecekan secara teknis, mulai dari pengutipan, ejaan, hingga kesesuaian dengan standar kebahasaan yang telah ditetapkan.
Terakhir, naskah yang telah melewati tahap konsinyering akan masuk ke proses editing akhir oleh penerbit Suara Muhammadiyah. Di tahap ini, naskah disunting lebih lanjut untuk memastikan kesiapan sebelum naik cetak dan diterbitkan secara resmi.
“Proses ini panjang dan cukup kompleks, tetapi harus kita lalui agar tafsir yang dihasilkan benar-benar mencerminkan spirit At-Tanwir,” tegas Ustadi.