MUHAMMADIYAH.OR.ID,YOGYAKARTA – Kauman sebagai kampung kelahiran Muhammadiyah, memiliki tradisi Ramadan yang khas. Pasar Sore Ramadan Kauman menjadi satu di antara tradisi yang lestari di kampung Kauman. Setiap Ramadan, Pasar Sore Ramadan Kauman yang terletak tidak jauh dari RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta disesaki oleh pengunjung yang tengah berburu takjil.
Sejak gapura masuk hingga ujung gang, beragam jajanan dipamerkan oleh penjual. Kicak dan Songgo Buwono adalah Sebagian jajanan khas yang tersedia di Pasar Sore Ramadan Kauman. Kicak merupakan makanan dari olahan ketan dengan cita rasa manis. Sedangkan, Songgo Buwono berbahan kue sus berisi telur, suwiran ayam, selada, dan dilengkapi dengan acar.
“Songgo Buwono kan makanan kesukaan Sultan Hamengku Buwono VIII. Makanan yg kita buat banyak mengacu pada kesukaan Sultan,” jelas Chawari, Ketua RW 10 Kauman yang ditemui pada hari Selasa (18\2) di Kauman.
Tidak hanya pedagang asli Kauman yang berjualan, pedagang dari luar Kauman juga turut menjajakkan dagangannya. Cukup dengan Rp 200.000 pedagang sudah bisa membuka lapak di Pasar Sore dilengkapi fasilitas meja dan tenda.
“Pedagang kita undang untuk pendaftaran. Kita sudah menyediakan form, ada tata tertib. Makanya di undangan dikatakan membawa makanan yg akan dijual. Akhirnya mereka saling tahu jualannya apa,” tuturnya.
Satu hal yang diperhatikan dari dulu ialah perihal sampah sisa dagangan. Untuk menjaga Pasar Sore tetap bersih dan nyaman, pedagang diwajibkan membawa pulang sampahnya. Hal ini telah ditetapkan jauh sebelum maraknya isu sampah Jogja.
“Jumlahnya (pedagang) 55 orang kadang lebih sedikit kadang kurang. Penjualnya tidak hanya dari kauman. Ada yg dari Madukismo, Imogiri, macam-macam. Tapi, memang banyak yang dari Kauman,” kata Chawari.
Sebelum menjelma spot wisata kuliner Ramadan, Pasar Ramadan bermula dari kebiasaan para pedagang yang aktif menawarkan dagangan berupa lauk pauk setiap harinya, tidak terbatas pada bulan Ramadan.
“Sebelum tahun 1970-an ada beberapa penjual makanan seperti lauk pauk. Jualan awal itu harian, tidak saja bulan puasa,” terangnya. “Sekitar tahun 1994-1995, ibu-ibu pedagang banyak yang mulai pasang tenda, yang kemudian kita bantu pasang.”
Pada 1996, tepatnya 1 Ramadan 1416/22 Januari 1996, Pasar Sore Ramadan Kauman mulai dikelola oleh pihak RW 10, yakni pada masa jabatan M. Iban Badawi, (salah satu putra KH Ahmad Badawi, ketua PP Muhammadiyah 1962-1968) sebagai ketua RW. Sejak saat itu Pasar Sore Berkembang perlahan dari sisi pengelolaan dan fasilitas hingga menjadi seperti saat ini.
Selain Pasar Sore Ramadan Kauman, warga RW 10 juga memiliki kegiatan rutin lainnya yang berjalan setiap Ramadan. Tadarus untuk ibu-ibu, bapak-bapak dan remaja dan pengelolaan parkir untuk Pasar Sore.
Chawari, Ketua RW 10 berharap Pasar Sore dapat dipertahankan karena menjadi sarana memperkenalkan jajanan khas Kauman sekaligus upaya untuk melestarikannya.
“Saya selaku pengelola berusaha mempertahankan itu. Sebagai pengelola kami berharap mampu mempertahankan tradisi ini sekaligus makanan khas Kauman yang dijual” tutupnya. (adit)