MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Dalam Pengajian Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah bertajuk “Salat dan Mi’raj Peradaban,” Guru Besar UHAMKA Bidang Studi Islam Prof. Ai Fatimah menyampaikan pandangannya mengenai salat sebagai elemen fundamental dalam membangun spiritualitas individu dan peradaban manusia.
Dengan pendekatan sosiologis yang menekankan konsep Lived Experiences, Ia menyoroti bagaimana pengalaman personal setiap individu dalam menjalankan ibadah dapat berdampak signifikan terhadap dirinya sendiri, masyarakat, dan peradaban.
Menurut Ai, Lived Experiences mengacu pada pengalaman seseorang yang bersifat unik dalam memaknai praktik keagamaan. Meskipun gerakan dan bacaan shalat seragam, pemaknaan setiap individu terhadap ibadah ini berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh latar belakang, pemahaman, dan tujuan yang dimiliki masing-masing orang. Ia menjelaskan, ada yang memandang salat semata sebagai kewajiban untuk menghindari neraka, sementara yang lain melaksanakannya demi membangun citra diri.
“Salat bukan hanya kewajiban, tetapi kebutuhan. Allah SWT menyiapkan salat untuk melatih kita mencapai tujuan yang baik, baik bagi diri sendiri, lingkungan, kemanusiaan, dan peradaban,” ujar Dekan Fakultas Agama Islam UHAMKA pada Jum’at di Gedung Dakwah Muhammadiyah Jakarta.
Ai juga menerangkan bahwa salat bukan hanya sebuah kewajiban, tetapi juga kebutuhan manusia. Salat merupakan instrumen yang dirancang oleh Allah SWT untuk melatih umat Islam menjadi individu yang lebih baik. Ia mengutip Hadis Qudsi dalam Riwayat Muslim nomor 2577 mengatakan:
“Wahai hambaku, andai seluruh manusia dan jin dari awal sampai akhir penciptaannya seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikit-pun tidak akan menambah kekuasaanku kata Allah. Sebaliknya, wahai hambaku andai seluruhnya andai manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan seluruhnya menjadi orang yang paling maksiat, hal itu sedikit pun tidak mengurangi kekuasaanku.”
Hadits tersebut menegaskan bahwa ketaatan atau kemaksiatan manusia tidak akan menambah atau mengurangi kekuasaan Allah SWT. Hal ini menunjukkan bahwa manfaat utama salat adalah bagi pelakunya sendiri.
“Salat melatih kita untuk lebih hebat, lebih kuat, dan lebih sehat, baik secara mental, emosional, maupun fisik,” ujarnya.
Penelitian ilmiah telah banyak membuktikan bagaimana gerakan salat, seperti rukuk dan sujud, memberikan dampak positif bagi kesehatan tubuh, termasuk melancarkan peredaran darah dan menenangkan pikiran.
Lebih dari pada itu, salat merupakan cara umat Islam untuk melatih spiritualitas agar siap menghadapi berbagai tantangan hidup. Ia menjelaskan bahwa orang dengan spiritualitas yang tinggi akan lebih kokoh menghadapi cobaan, sementara yang lemah mudah terguncang.
Selain itu, Ai juga mengangkat kisah inspiratif dari K.H. Ahmad Dahlan, selaku pendiri Muhammadiyah, yang memiliki visi hidup jelas dalam menjalankan dakwah. Kyai Dahlan sering mengulang Surah Al-Ma’un, terutama ayat “alladzîna hum ‘an shalâtihim sâhûn” yang berbicara tentang orang-orang yang lalai dalam salat.
Ai mengungkapkan bahwa kelalaian ini bukan berarti hanya sebatas meninggalkan salat atau menunda waktu pelaksanaannya, tetapi juga bisa merujuk pada pelaksanaan salat yang tidak memberikan dampak pada pembentukan kepribadian, cara berpikir, dan visi hidup seseorang.
“Kyai Dahlan mengajarkan bahwa shalat harus beriringan dengan amal saleh. Shalat bukan hanya ibadah vertikal kepada Allah SWT, tetapi juga harus berdampak pada kepedulian sosial dan keadilan. Itulah yang menjadi inti dari dakwah Muhammadiyah,” tambahnya.
Di akhir pemaparannya, Ai menyoroti tantangan yang dihadapi umat Islam dalam menjalankan agama di era modern saat ini. Meskipun semangat beragama masyarakat semakin tinggi, Ia melihat adanya kecenderungan cara beragama yang tidak tepat, sehingga malah merusak keimanan dan peradaban itu sendiri.
“Kita sering mendengar bahwa kecenderungan beragama banyak orang itu sangat tinggi tetapi cara beragamanya masih kurang tepat sehingga merusak keagamaannya itu sendiri dan merusak peradaban itu sendiri. Oleh karena itu Muhammadiyah hadir untuk menegakkan kemanusiaan dan peradaban,” tegasnya.
“Salat bukan sekadar ritual formal, tetapi juga alat untuk membangun karakter diri, meningkatkan spiritualitas, dan menciptakan masyarakat yang lebih peduli terhadap sesama. Dengan memaknai salat secara mendalam, umat Islam dapat memperkuat hubungan dengan Allah SWT dan memberikan dampak positif yang nyata bagi individu, lingkungan sekitarnya, dan peradaban,” tutupnya. (aini)