MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Ketua Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Bachtiar Dwi Kurniawan menilai Muhammadiyah dalam melakukan dakwah literasi tidak berhenti pada ide dan gagasan, tetapi dilembagakan dalam institusi organisasi.
“Salah satu sumbangan Muhammadiyah terbesar itu literasi atau dalam terma (istilah) tahun 1900an bahasa konstitusinya mencerdaskan kehidupan bangsa,” ungkap Bachtiar dalam Muhammadiyah Corner (MuhCor) Fest 2024 yang diselenggarakan di Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Sabtu (25/1).
Bachtiar meneruskan, jauh sebelum istilah tersebut digunakan, Muhammadiyah telah mengenalkan lebih dulu Taman Pustaka. Bahkan, dalam penentuan kebutuhan struktur Muhammadiyah, salah satu majelis yang pertama kali dibentuk adalah Majelis Pustaka yang saat ini bernama Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah.
“Bayangkan, tahun 1900-an Muhammadiyah sudah mempunyai proyek besar literasi yang sedemikian rupa. Tidak hanya ide gagasan tetapi terlembaga dalam institusi organisasi. Kalau pakai teori institusionalisme, bahwa ide dan gagasan itu bisa diserap dan punya dampak yang besar apabila melalui kelembagaan,” ujar Bachtiar.
Jika meneropong dari teori inovasi, gagasan dan gerakan Muhammadiyah dalam bidang literasi adalah bagian dari inovasi dakwah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh sebab itu, inovasi literasi Muhammadiyah harus di maintain (pelihara), disebar luaskan, bahkan harus diperkuat dengan pelembagaan-pelembagaan literasi.
“Jadi, ide, gagasan tentang literasi itu kalau tidak segera ditindaklanjuti oleh adaptor yg mengimitasi itu, termasuk gerakan sipil seperti rumah baca komunitas, maka kaum literasi akan masuk pada vale of death (lembah kematian). Inovasinya ada, tapi dia tidak melalui masifikasi, tidak diserap oleh masyarakat, tidak dimanfaatkan oleh masyarakat,” imbuh Bachtiar.
Muhammadiyah telah melewati 100 tahun untuk menghidupkan dan merawat semangat literasi. Dedikasi ini menjadi faktor sehingga Muhammadiyah disebut organisasi modern. Beberapa dorongan literasi yang diinstitusionalisasi oleh Muhammadiyah bertransformasi menjadi beragam bentuk. Pertama, Pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi Muhammadiyah-‘Aisyiyah (PTMA).
Kedua, menjadi Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah. Ketiga, perpustakaan resmi seperti yang di kampus PTMA. Keempat, di masyarakat sipil ada komunitas-komunitas baca. Bentuk-bentuk dorongan literasi itu bertujuan merawat inovasi supaya inovasi literasi tidak jatuh ke dalam pada vale of death itu.
Terakhir, ia menilai bahwa literasi perlu didekatkan ke publik dengan format dan model-model kekinian. Hal ini merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk memuluskan dakwah literasi Muhammadiyah. (adit)