MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyampaikan sambutannya inspiratif dalam acara “Talkshow dan Launching Buku Bangkitnya Kewirausahaan Sosial: Kisah Muhammadiyah” yang diselenggarakan oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia bersama Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU).
Bertempat di Museum Muhammadiyah, Kompleks Kampus 4 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Senin (13/01), acara ini menegaskan pentingnya peran kewirausahaan sosial dalam membangun bangsa yang berkemajuan. Dalam acara itu, Haedar Nashir menyoroti dua aspek mendasar dalam membangun bangsa: kesejahteraan material dan moralitas.
“Kami Muhammadiyah dengan pendidikan, sosial, kesehatan, ekonomi, dan keagamaan tetap ingin membangun masyarakat itu dalam dua sisi yang saling kohesif,” ujarnya. Haedar menegaskan bahwa pembangunan bangsa yang hanya berorientasi pada kemajuan material tanpa dibarengi nilai moral dan adab hanya akan menghasilkan kemajuan yang rapuh.
Mengutip pidato Mr. Supomo dalam sidang BPUPKI 1945, Haedar menjelaskan, “Indonesia itu tidak cukup dengan raga, tapi harus bernyawa. Nyawanya ada pada agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa.” Ia menambahkan, kemajuan bangsa yang kehilangan jiwa akan berujung pada kejatuhan, sebagaimana dialami peradaban besar seperti Yunani, Romawi, dan Mesopotamia.
Haedar juga menyoroti pentingnya ekonomi kerakyatan sebagai jiwa dari sistem ekonomi Indonesia. Ia mengapresiasi Bung Hatta yang merumuskan Pasal 33 UUD 1945.
“Pasal 33 adalah jiwa dari ekonomi Indonesia, yang Bung Hatta sebut sebagai ekonomi terpimpin dan ekonomi Pancasila,” jelas Haedar. Ia menekankan bahwa sistem ini berbeda dari kapitalisme dan sosialisme karena memberikan ruang kepada pasar, tetapi tetap dalam kendali negara.
Dalam konteks kewirausahaan sosial, Haedar melihat nilai gotong royong sebagai prinsip dasar yang selaras dengan kepribadian bangsa Indonesia.
“Kewirausahaan sosial sejalan dengan jiwa ekonomi bangsa ini. Keuntungan yang diperoleh tidak semata-mata untuk individu, tetapi dimanfaatkan untuk memberikan dampak sosial,” paparnya. Ia mencontohkan langkah Muhammadiyah yang membangun lembaga pendidikan dan kesehatan di daerah terpencil, meskipun terkadang tergerus oleh kebijakan negara.
Haedar juga mengingatkan pentingnya kebijakan pajak yang berpihak kepada rakyat kecil. “Pajak harus mementingkan ekonomi yang hidup di masyarakat. Kalau ekonomi kecil menengah gulung tikar, tugas negara jadi lebih berat,” ungkapnya. Ia menyoroti ketahanan ekonomi rakyat selama pandemi COVID-19, yang menurutnya didukung oleh usaha kecil menengah yang tahan banting.
Di akhir sambutannya, Haedar mengkritisi praktik politik transaksional dan demokrasi liberal yang jauh dari nilai Pancasila. “Demokrasi kita seharusnya kembali ke kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, bukan demokrasi individualistis,” tegasnya.
Haedar menutup dengan optimisme bahwa Muhammadiyah siap berdialog dan berkontribusi dalam membangun sistem ekonomi dan politik yang lebih berkeadilan dan sesuai nilai luhur bangsa. Sambutan ini mendapat apresiasi dari peserta yang hadir.