MUHAMMADIYAH.OR.ID, KARTASURA – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman mengingatkan pentingnya menjaga niat baik dengan ikhtiar yang konsisten untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang unggul.
Agus menekankan bahwa upaya menghadirkan layanan kesehatan yang berkualitas harus dilandasi dengan nilai-nilai keislaman yang telah menjadi ciri khas Muhammadiyah.
Agus mengingat kembali sejarah panjang pelayanan kesehatan Muhammadiyah yang dimulai pada tahun 1923, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Klinik pertama Muhammadiyah, yang kini menjadi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, didirikan pada tahun tersebut. Klinik kedua menyusul di Surabaya pada tahun 1924, yang dirintis oleh Dr. Soetomo.
“Dr. Soetomo, yang juga dikenal sebagai perintis PKU, menerangkan bahwa gerakan ini dibangun dengan kasih sayang, tanpa memandang ras atau golongan tertentu. Klinik Muhammadiyah membuka pintu bagi siapa saja yang membutuhkan,” ungkap Agus dalam acara Launching BPJS PKU Muhammadiyah Kartasura pada Ahad (19/1).
Semangat Muhammadiyah dalam menyediakan layanan kesehatan ini berakar pada nilai-nilai yang terkandung dalam Surah Al-Ma’un, yang mengajarkan kepedulian terhadap orang miskin dan anak yatim. Inilah yang menjadi dasar nama PKU yaitu, Penolong Kesengsaraan Umum, yang pada awalnya memang memberikan pelayanan secara gratis pada masa itu.
Agus juga menyoroti perubahan yang terjadi di dunia kesehatan yang kini lebih berorientasi pada bisnis. Namun, Muhammadiyah berkomitmen menjaga entitas sosial dalam pelayanan kesehatannya.
“Di Muhammadiyah, tidak boleh ada istilah ‘orang miskin dilarang sakit.’ Justru merekalah yang harus kita tolong,” tegasnya.
Mengutip dari Al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 32 “barangsiapa menyelamatkan satu kehidupan maka baginya mendapatkan pahala seperti menyelamatkan seluruh kehidupan.”
Agus menjelaskan bahwa ayat ini yang menjadi dasar kuat bagi Muhammadiyah untuk terus menjaga semangat memberikan pelayanan terbaik kepada siapa saja yang membutuhkan.
“Menolong orang sakit bukan hanya tugas dokter saja, tetapi juga bagi kita yang ikut terlibat dalam membangun, menjaga, dan mengawal agar rumah sakit bisa melayani kepada pasien yang membutuhkan pertolongan,” tuturnya.
Agus menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan Muhammadiyah tidak hanya berfokus pada kesembuhan fisik pasien tetapi juga pada aspek mental, sosial, dan spiritual, sebagaimana disebutkan dalam undang-undang kesehatan.
Lebih lanjut, Agus menyampaikan bahwa pelayanan kesehatan Muhammadiyah, menempatkan pasien sebagai fokus utama. Paradigma ini memastikan kenyamanan pasien, mulai dari fasilitas fisik hingga perhatian pada aspek mental dan spiritual.
“Orang sakit itu butuh diberi perhatian, dan kenyamanan. Jika fasilitas yang diberikan membuat mereka nyaman, seperti contoh kamarnya yang bagus, maka pasien akan senang. Oleh karenanya, seluruh pelayanan yang diberikan bertujuan agar pasien sehat kembali dan bisa kembali beraktivitas,” tambah Agus.
Muhammadiyah berkomitmen untuk menghadirkan layanan kesehatan yang mencakup kesehatan fisik, mental, sosial, dan spiritual pasien. Dengan cara ini, pasien tidak hanya mendapatkan kesembuhan secara fisik, tetapi juga pemulihan mental dan spiritual yang membuat mereka mampu kembali bersosialisasi di masyarakat dengan baik.
Muhammadiyah memiliki program bina rohani yang bertujuan untuk membina kesehatan mental dan spiritual pasien sekaligus menjadi sarana dakwah. Beberapa psikolog juga dilibatkan sebagai bagian dari tim bina rohani.
“Sehat bukan hanya soal fisik, tetapi juga mental, sosial, dan spiritual,” ujarnya.
Di akhir pidatonya, Agus mengajak seluruh pihak untuk terus menjaga nilai-nilai yang telah diwariskan oleh para pendiri Muhammadiyah. Melalui semangat Al-Ma’un, Muhammadiyah tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan tetapi juga menunjukkan kepedulian kepada masyarakat yang membutuhkan. (Ain)