Peristiwa memilukan di Jalur Gaza telah memicu gelombang empati global, bahkan menjadi titik balik spiritual bagi sebagian individu. Salah satu cerita yang mencuri perhatian adalah konversi Megan B. Rice, seorang konten kreator di TikTok, yang memutuskan memeluk Islam setelah tersentuh oleh keteguhan umat Muslim di Palestina.
Namun, apakah masuk Islam karena alasan emosional, seperti kebencian terhadap Zionis Israel, sah dan bisa diterima?
Dalam wawancara dengan tim Muhammadiyah.or.id, Ustaz Nur Fajri Romadhon, Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta, menjelaskan bahwa idealnya, keputusan untuk masuk Islam didasarkan pada rasionalitas.
Meski demikian, beliau menegaskan bahwa emosi juga memiliki tempat dalam perjalanan spiritual seseorang. Sejarah Islam pun menunjukkan bahwa dorongan emosional sering kali menjadi gerbang menuju keimanan yang kokoh.
Ambil contoh kisah Hamzah bin ‘Abdilmuththalib. Ketika Abu Jahal mencaci Nabi Muhammad SAW, Hamzah tersulut emosi setelah mendengar penganiayaan tersebut dari seorang budak perempuan. Dalam kemarahannya, Hamzah menghadapi Abu Jahal dan menyatakan keberpihakannya kepada Nabi Muhammad, meski awalnya tanpa kesadaran penuh akan ajaran Islam.
Namun, momen emosional ini menjadi awal transformasi Hamzah, yang kemudian dikenal sebagai salah satu pembela Islam yang paling gigih.
Kisah serupa juga ditemukan pada Nusaibah binti Ka’ab Al-Anshariyah, yang terjun ke medan Perang Uhud demi melindungi Rasulullah SAW. Motivasi awalnya mungkin berasal dari keharuan dan kesedihan melihat kondisi umat Islam yang diserang, tetapi kesetiaannya terhadap Islam tumbuh menjadi dedikasi yang begitu tinggi.
Sejarah ini mengajarkan bahwa emosi, baik berupa kemarahan terhadap ketidakadilan maupun simpati terhadap penderitaan, dapat menjadi titik awal perjalanan keimanan seseorang. Dalam konteks modern, kisah Megan B. Rice dan mereka yang serupa dengannya mencerminkan pola serupa. Kebencian terhadap tindakan keji Zionis Israel mungkin menjadi pemicu awal, tetapi perjalanan spiritual seseorang tidak berhenti di sana.
Saat ditanya apakah kecurigaan terhadap mereka yang masuk Islam karena alasan emosional dibenarkan, Ustaz Nur Fajri menjawab tegas. Rasulullah SAW tidak pernah mencurigai niat Hamzah atau Nusaibah ketika mereka memeluk Islam. Sebaliknya, mereka diberikan penghormatan tinggi dan diakui sebagai pilar penting dalam perjuangan Islam.
Kisah Hamzah dan Nusaibah adalah bukti bahwa alasan emosional bisa menjadi pintu gerbang memeluk agama Allah ini. Konversi Megan B. Rice sebagai respons terhadap kekejaman di Gaza tidak perlu dicurigai. Sebagai umat Islam, kita seharusnya merangkul dan mendukungnya.
Jalan menuju Islam memang berbeda bagi setiap individu, tetapi semuanya bermuara pada satu hal: sebuah perjalanan untuk menemukan kebenaran dan kedamaian. Seperti kata pepatah, jika menuju Roma saja banyak jalannya, apalagi menuju Islam.