MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Dalam merespon isu terkait Pendidikan Inklusif, Perempuan dan Anak, Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah mengadakan dialog khusus jelang Tanwir I ‘Aisyiyah pada Senin (13/01) bersama Rita Pranawati Bendahara PP ‘Aisyiyah dan Evi Sofia Inayati selaku Ketua Majelis Tabligh dan Ketarjihan PP ‘Aisyiyah.
Rita menyebut bahwa Tanwir ‘Aisyiyah yang akan berlangsung mengusung tema “Dinamisasi Perempuan Berkemajuan, Mewujudkan Indonesia yang Berkeadilan” dan salah satu yang menjadi pokok pembahasannya adalah tentang pendidikan inklusif dan isu terkait perempuan dan anak.
“Tanwir Aisyiyah mengusung tema dinamisasi perempuan berkemajuan, mewujudkan Indonesia yang berkeadilan. Maka dengan tema tersebut diharapkan seluruh hak-hak dasar seperti pendidikan dan kesehatan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia,”jelas Rita.
Kemudian, dalam hal pendidikan inklusif, Rita juga menyebut bahwa itu sejalan dengan kebijakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI terkait dengan pendidikan bermutu untuk semua. Sehingga hal tersebut disinergikan dan merupakan suatu respon dari banyaknya anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan atau putus sekolah.
“Hal tersebut juga sejalan dengan kebijakan mendikdasmen terkait dengan pendidikan bermutu untuk semua. Harapannya adalah setiap warga negara tanpa memandang kelas, agama, suku, agama,bangsa, bahasa agar mendapatkan hak pendidikan yang sama dan bermutu. Pendidikan Inklusif Berkelunjutan ini merupakan respon dari banyaknya anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan, serta terhitung bahwa angka putus sekolah pada saat ini kurang lebih sekitar 3 juta dan hal tersebut terbilang cukup tinggi,”paparnya.
Dalam dialog tersebut, isu terkait perempuan dan anak juga disorot Evi Sofia Inayati, Ia menegaskan bahwa ‘Aisyiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah memiliki pandangan keagamaan yang perlu lebih luas disosialisasikan kepada seluruh lapisan lembaga dan masyarakat.
“Aisyiyah yang memiliki identitas gerakan Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan tajdid yang berlandaskan Al-Quran dan As-Sunah ini memang memiliki pandangan-pandangan keagamaan yang berprespektif manhaj tarjih yang perlu diluaskan pada seluruh level pimpinan, kelembagaan dan kemasyarakatan,”jelas Evi.
Evi juga menjelaskan bahwa ‘Aisyiyah sebagai gerakan perempuan muslim harus mampu menunjukan positioning-nya terlebih dalam merespon isu-isu terkait keagamaan, perempuan, dan anak. Nilai-nilai agama yang mengajarkan ketauhidan, keadilan, kesetaraan, dan kasih sayang terhadap sesama harus dijadikan dasar dan dirasakan dalam kehidupan bermasyarakat dan beragama.
“Sebagai gerakan perempuan muslim yang memiliki pandangan keagamaan yang berciri khas tajdid dan berkarakter wasathiyah, ‘Aisyiyah perlu menunjukan positioning-nya. Aisyiyah harus mampu menunjukan hal tersebut dan untuk merespon isu-isu keagamaan, isu perempuan dan anak, ‘Aisyiyah perlu mengajarkan dan menunjukan nilai agama yang mengajarkan ketauhidan, keadilan, kesetaraan dan kasih sayang terhadap sesama. Itulah yang perlu dirasakan kita bersama dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dan beragama,”tutur Evi.
Dalam upaya mengangkat isu pendidikan inklusif serta hak-hak perempuan dan anak, ‘Aisyiyah diharapkan dapat menguatkan peranannya di abad kedua ini. Terutama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan inklusif yang lebih merata. Selain itu, sebagai gerakan perempuan muslim, ‘Aisyiyah diharapkan dapat menunjukkan posisi yang kuat dan mengajarkan nilai-nilai agama yang selaras dengan prinsip tauhid, keadilan, kesetaraan, dan kasih sayang. (bhisma)