MUHAMMADIYAH.OR.ID, LEIDEN — Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ayub, menyampaikan pandangannya mengenai isu rasisme global pada Kamis (26/12). Ia menyoroti perbedaan mendasar antara dinamika politik di Indonesia dan di negara-negara Barat, khususnya Eropa, dalam mengakomodasi isu rasisme.
“Serasis-rasisnya orang Indonesia, selama ini yang rasis itu pasti akan selalu marginal. Seingat dan sepembacaan saya ke sejarah nasional, belum ada orang yang kepilih dengan platform yang secara eksplisit anti ras tertentu,” ungkap Ayub yang saat ini sedang menjalani studi doktoralnya di Universitas Leiden, Belanda.
Menurutnya, berbeda dengan Indonesia, beberapa negara Eropa justru memiliki tren di mana partai politik atau calon utama menggunakan retorika anti-ras tertentu dan mendapatkan dukungan besar.
Ayub menambahkan bahwa pola ini terlihat jelas dalam konteks isu serangan pasar Natal di Jerman beberapa hari lalu, yang melibatkan narasi anti-murtadin. “Kerasisan elit Eropa ini jadi kelihatan lagi di isu seputar murtadin yang menyerang pasar Natal di Jerman beberapa hari lalu,” lanjutnya.
Dalam konteks Indonesia, Ayub optimis bahwa isu rasisme cenderung tidak mendapat tempat di panggung politik utama.
“Saya tidak kebayang, suatu partai di Indonesia akan besar jika isu utamanya adalah anti Cina atau anti Arab, apalagi anti pada agama tertentu. Memang selentingan seperti itu ada setiap momen pemilu, tapi hanya jadi retorika aktor-aktor yang emang dikenal agak lain, tidak pernah oleh sang calon sendiri,” jelasnya.
Ayub juga memberikan rekomendasi konkret terkait pelibatan bantuan dari negara-negara Barat dalam isu inklusivitas dan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia.
“Melihat tren ini, saya punya usul kongkrit buat teman-teman di Indonesia: sebaiknya kita menghindari pakai duit pajak dari negara-negara ‘Barat’ untuk buat training bertema inklusivitas, demokrasi, atau HAM di Indonesia. Mending duit itu dipake buat rakyat kulit putih terpinggirkan di negara mereka, biar mereka juga sejahtera dan tidak tergoda retorika rasis sebagian politis ngawur mereka,” ujarnya.
Pernyataan Ayub di atas nampaknya mencerminkan kekhawatiran atas peningkatan rasisme di tingkat global dan sekaligus memberikan refleksi bahwa Indonesia, dengan segala kekurangannya, masih memiliki keunggulan dalam menjaga keberagaman dan inklusivitas politik.