MUHAMMADIYAH.OR.ID KUPANG – Muhammadiyah dengan tema besar “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua” menggarisbawahi pentingnya pemerataan kesejahteraan lahiriah dan rohaniah tanpa diskriminasi. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, dalam pidato iftitah Tanwir I Muhammadiyah periode Muktamar ke-48 pada Rabu (4/12) di Aula Universitas Muhammadiyah Kupang.
Tema utama “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua” menegaskan komitmen Muhammadiyah dalam menciptakan masyarakat yang maju secara ekonomi, spiritual, dan budaya. Muhammadiyah memandang kemakmuran sebagai kebutuhan fundamental yang harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat.
Organisasi ini mendapatkan apresiasi luas atas kontribusinya. Dalam survei Litbang Kompas pada Oktober 2024, 91% responden memberikan pandangan positif terhadap Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi keagamaan terbesar di Indonesia.
Kemakmuran juga dinilai Muhammadiyah sebagai tujuan konstitusional bangsa, sesuai dengan Pembukaan UUD 1945. Muhammadiyah berupaya memastikan implementasi Pasal 33 UUD 1945 yang mendukung pemerataan ekonomi berbasis keadilan sosial.
Pemikiran tokoh nasional, Mohammad Hatta, menekankan pentingnya pemerataan untuk mencegah kesenjangan sosial dan mengkritik penyimpangan yang terjadi pada kebijakan ekonomi berbasis kapitalisme.
Dalam pandangan Islam, konsep “Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur” menjadi panduan Muhammadiyah untuk mewujudkan kemakmuran yang seimbang antara kesejahteraan fisik dan spiritual.
“Muhammadiyah juga menegaskan tugas manusia sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi sesuai dengan ajaran Allah,” katanya.
Sebagai langkah konkret, Muhammadiyah memperluas gerakan pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi. Upaya ini dilakukan untuk menciptakan keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi.
Haedar juga mengingatkan pentingnya Muhammadiyah menjadi organisasi yang dinamis, inovatif, dan progresif. Dengan pendekatan tersebut, Muhammadiyah terus berupaya menjadi pelopor gerakan keagamaan yang unggul dan berkemajuan.
Namun, Muhammadiyah menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, perang, ketimpangan ekonomi, serta revolusi digital. Di sisi lain, dunia Islam juga dihadapkan pada isu Islamofobia dan dinamika internal yang membutuhkan pendekatan harmoni berbasis Islam Wasaṭiyah.
Di tingkat nasional, Muhammadiyah menilai perlunya integrasi nilai-nilai Pancasila untuk menjaga stabilitas bangsa. Muhammadiyah menyoroti pentingnya pendidikan berbasis nilai Islam untuk membangun masyarakat yang berkarakter kuat.
Dengan semangat kolaborasi, Muhammadiyah berkomitmen mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, dan berkemajuan. Gerakan ini menjadi salah satu upaya mendukung cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.