MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Melihat perintah berzakat dengan menggunakan ‘Tafsir Transformatif”, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyebut zakat itu diantar ke yang membutuhkan.
Hal itu disampaikan Sekum yang juga Mendikdasmen RI, Abdul Mu’ti pada Jum’at (13/12) dalam Seminar dan Ceramah Umum Konferensi Mufasir Muhammadiyah II di Aula KH. Ahmad Dahlan Universitas Prof. Dr. Hamka (Uhamka), Jakarta.
Membaca surat Al Mu’minun ayat 4 dengan ‘Tafsir Transformatif’, Mu’ti bagi setiap muslim yang menunaikan zakat itu hendaknya mengantarkan ke mustahik. Bukan pembagian zakat melalui kupon dan mustahiknya yang mengambil.
“Maka kemudian zakat itu harus dihadirkan, sehingga kalau memberi zakat jangan pakai kupon mengambil zakatnya. Tapi antarkan zakat itu atau yang kedua pakai nomor rekening,” ungkap Mu’ti.
Mu’ti memandang, agama tidak boleh anti terhadap perkembangan dan kemajuan teknologi. Sebab teknologi ini akan membantu mempermudah muslim dalam menjalankan perintah-perintah agamanya, termasuk berzakat.
Fasilitas autodebet yang diberikan oleh dunia perbankan, katanya, dapat dimanfaatkan untuk mempermudah penghitungan zakat. Sehingga penghitungan nisab zakat seseorang menjadi lebih mudah.
Selain itu, perintah berzakat bagi setiap muslim tidak sebatas pada urusan harta. Abdul Mu’ti memandang, zakat juga untuk menyucikan jiwa. Sebab bagi muslim yang tidak bersih jiwanya, dia akan mencari-cari alasan supaya bisa tidak berzakat.
“Tidak hanya itu, Zakat itu jangan sekadar mengambil materi. Tapi makna lainnya apa? maqasidnya apa? zakat itu harus membersihkan masalah sosial,” imbuh Mu’ti.
Sebab Mu’ti memandang, zakat juga memiliki aspek tazkiyatul musykilat, yaitu untuk mengatasi berbagai problematika yang dihadapi oleh masyarakat. Aspek ini mengusahakan untuk memangkas ketimpangan ekonomi masyarakat.
“Sehingga tidak yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin. Sehingga ada equality dan empowerment, sehingga zakat itu tidak selalu berupa charity – santunan yang orang disuruh baris pada Bulan Ramadan itu,” ungkap Mu’ti.
Zakat menurutnya harus memberdayakan umat, tidak selalu karitatif. Sebab umat membutuhkan sokongan untuk melanjutkan kehidupan yang berjangka panjang. Zakat harus didayagunakan untuk meningkatkan taraf hidup umat.
Namun demikian, Mu’ti menyampaikan, argumen tentang zakat sebaiknya diantarkan ke mustahik ini adalah pendapat pribadinya. Sebab konteks masyarakat berbeda-beda, sehingga argumennya ini bisa diikuti maupun tidak.