MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Busyro Muqoddas, membagikan pengalamannya menghadiri Sidang Tanwir Muhammadiyah di Kupang, Nusa Tenggara Timur, dalam sebuah ceramah di Masjid AR Fakhruddin, Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta pada Senin (09/12).
Dalam kesempatan tersebut, Busyro menyampaikan refleksi mendalam terkait kondisi sosial masyarakat di daerah terpencil dan pentingnya kepemimpinan dengan pendekatan hati.
Busyro memulai ceritanya dengan menggambarkan situasi di salah satu pulau terpencil di kawasan Nusa Tenggara Timur. Di pulau tersebut, yang dihuni oleh sekitar 40 kepala keluarga, ia menemukan fakta mencengangkan: penduduk di sana tidak memiliki status kewarganegaraan hingga lima generasi.
“Mereka tidak memiliki KTP, sehingga konsekuensi politik tata negaranya ialah mereka tidak punya hak-hak sebagai warga negara,” ungkap Busyro.
Lebih lanjut, ia menyoroti rencana pemerintah yang memproyeksikan pulau itu sebagai pusat wisata, dengan konsekuensi memindahkan penduduk lokal. Warga lokal, menurutnya, menegaskan akan mempertahankan tanah mereka. “Indonesia seperti ini keadaannya. Sampai kapan? Wallahu a’lam,” tambahnya dengan nada prihatin.
Namun, di tengah keprihatinan tersebut, Busyro juga mengapresiasi kesuksesan pelaksanaan Sidang Tanwir dari awal hingga akhir. Ia menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat, termasuk masyarakat Kupang yang memberikan dukungan penuh.
Setelah Sidang Tanwir selesai, Busyro menyempatkan diri mengunjungi Romo Florens Maxi Un Bria, seorang tokoh agama di Kupang. Dalam pertemuan yang berlangsung selama satu jam, keduanya berdiskusi tentang berbagai isu sosial, mulai dari konflik antaragama hingga masalah perdagangan manusia (human trafficking).
“Kehadiran Muhammadiyah di Kupang diharapkan dapat menghadirkan kemakmuran untuk semua,” harap Busyro.
Hal yang menarik dari Sidang Tanwir di Kupang adalah dukungan lintas agama yang begitu terasa. Sebelum acara dimulai, gereja-gereja di Kupang mengadakan doa bersama untuk kelancaran Tanwir. Bahkan, paduan suara yang tampil dalam acara tersebut merupakan mahasiswa Kupang yang biasa menyanyi di gereja.
Bagaimana Muhammadiyah dapat berdampingan harmonis dengan masyarakat lintas agama, Busyro menjelaskan, “Mungkin ini karena Muhammadiyah menggunakan pendekatan hati.” Ia juga mengutip QS. Ali Imran ayat 159, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.”
Pendekatan ini, menurutnya, menciptakan simpati dan rasa saling percaya yang membuat Universitas Muhammadiyah Kupang berkembang, meski mayoritas mahasiswanya beragama Katolik dan Protestan.
Di akhir ceramahnya, Busyro menegaskan pentingnya kepemimpinan yang tidak hanya mengandalkan otak, tetapi juga hati. “Hati yang tulus dapat menuntun pikiran agar memiliki empati yang otentik,” tuturnya.