MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Ketua Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Aisyah, menyampaikan paparan mengenai konsep Islam wasathiyah atau Islam tengahan. Ia mengungkapkan bahwa konsep ini menjadi landasan penting dalam beragama bagi umat Islam.
“Islam itu maknanya umat Islam adalah umatan wasaton atau umat tengahan,” jelas Siti Aisyah pada acara Gerakan Subuh Mengaji yang digelar pada Rabu (6/11).
Menurutnya, Islam tengahan sudah ada tafsirnya dalam Tafsir At-Tanwir, khususnya pada QS. Al-Baqarah ayat 143. Ayat ini menekankan bahwa umat Islam dituntut menjadi umat yang tidak hanya tengahan, tetapi juga adil dan unggul dalam segala aspek.
“Umat wasathiyah itu adalah umat yang berada di tengah-tengah, antara dua sikap ekstrem,” tutur Siti Aisyah, menegaskan bahwa posisi ini tidak berarti Islam bersikap netral terhadap semua pandangan, melainkan mengambil jalan tengah yang adil di antara sikap-sikap berlebihan.
Ia memperjelas lagi bahwa konsep ini tidak terbatas pada pandangan keagamaan, melainkan juga diterapkan dalam sikap sosial. Wasathiyah menurut Siti Aisyah berarti keseimbangan antara dua kutub ekstrem, baik dalam aspek religius maupun sosial. Dalam hal ini, ia mencontohkan sikap berlebihan dalam agama yang bisa mengarah pada konservatisme ekstrem, sementara pengabaian agama bisa berakhir pada ultraliberalisme.
Siti Aisyah juga menyinggung tentang fenomena ultra konservatisme dan ultraliberalisme yang ia sebut sebagai dua kutub ekstrem dalam pemikiran keagamaan kontemporer. Ia menjelaskan bahwa keduanya telah berevolusi seiring perkembangan zaman.
“Sekarang sudah ada new purifikasi atau konservatisme baru dan new modernisme, yang kadang sikapnya konservatif tapi pemikirannya sudah liberal,” ujarnya, mengutip istilah yang sering digunakan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir.
Siti Aisyah menyatakan bahwa Islam wasathiyah tidak seharusnya mendukung atau mempromosikan sekularisme politik maupun permisivisme moral, karena hal ini berisiko merusak integritas agama.
Lebih lanjut, Siti Aisyah mengaitkan konsep wasathiyah dengan misi Muhammadiyah sejak era awal berdirinya. Ia mengutip pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang menekankan pentingnya sinergi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum sebagai wujud dari Islam yang progresif.
“Di tahun 1923, KH. Ahmad Dahlan sudah menyampaikan bahwa agama yang maju adalah agama yang memadukan antara ilmu dan amal, antara iman dan pengetahuan,” kata Siti Aisyah.
Ia menyebutkan bahwa di masa kolonial Belanda, Muhammadiyah menginisiasi sistem pendidikan yang menggabungkan pelajaran agama dan pelajaran umum sebagai respons atas keadaan pendidikan di era itu, di mana ilmu agama terbatas di pesantren sementara ilmu umum didominasi Belanda.
Dalam perspektif wasathiyah, lanjutnya, umat Islam diharapkan dapat memberi kesaksian atas umat-umat lain, menunjukkan Islam sebagai agama yang moderat dan unggul dalam hal prinsip serta pengamalan ajaran.
“Islam itu agama tengahan. Wasathiyah berarti berada di tengah antara konservatisme dan liberalisme, tanpa terjebak pada sikap yang berlebihan atau permisif,” tuturnya. Lebih jauh, ia mengungkapkan bahwa umat yang tengahan ini dituntut untuk menjadi umat pilihan, yang bisa memadukan antara iman, ilmu, dan amal dalam tindakan sehari-hari.
Siti Aisyah juga memberikan arahan kepada para mubalighat perempuan ‘Aisyiyah, menyerukan agar mereka terus berpegang pada prinsip Islam wasathiyah dan menjadi teladan dalam masyarakat.
“Mubalighat perempuan berkemajuan ini dari dalam risalah perempuan itu ya harus berpegang teguh pada kebenaran yang dia yakini, mendasarkan pada keseimbangan antara nilai agama dan ilmu pengetahuan, bersikap tengahan, tidak cenderung ekstrem ke kiri maupun kanan,” jelasnya.
Sebagai pesan tambahan, ia menekankan bahwa seorang perempuan berkemajuan dalam konteks wasathiyah perlu aktif dalam kehidupan sosial untuk memberi kesaksian atas umat lain, serta menunjukkan keutamaan dan kontribusi mereka dalam membangun masyarakat tengahan.
“Mubalighat berkemajuan memberi kesaksian atas umat-umat lain yang mengakui keutamaan kita dalam menggerakkan masyarakat menuju umat tengahan, adil, dan pilihan,” imbuh Siti Aisyah.