MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Pada Muktamar ke-48 Muhammadiyah 2022 di Surakarta menghasilkan dokumen Risalah Islam Berkemajuan (RIB) sebagai panduan gerakan Muhammadiyah yang saat ini sudah berusia 112 tahun dalam hitungan masehi.
Bendahara Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Hilman Latief menjelaskan supaya RIB ini dapat dipahami secara ringkas. Menurut Hilman, secara ringkas RIB terdiri dari empat poin utama. Pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam rahmatan Lil alamin.
“Oleh karena itu prinsip-prinsip keislaman yang ada di Persyarikatan Muhammadiyah, mau tidak mau harus menjadi pegangan dari seluruh organisasi yang ada di dalamnya,” kata Hilman pada Kamis (21/11) dalam Pembukaan Tanwir I Pemuda Muhammadiyah di Jakarta.
Poin RIB yang kedua adalah menjadikan Islam sebagai gerakan tajdid atau pembaharuan. Tajdid atau pembaharu atau inovasi adalah DNA Muhammadiyah yang sejak lahirnya sebagai bagian dari solusi atas masalah yang dihadapi umat dan bangsa, bahkan kemanusiaan.
“Kita aktif mencari kebaruan, aktif mencari solusi-solusi baru tentang berbagai macam persoalan di masyarakat,” imbuh Hilman.
Di hadapan anggota, peserta, dan peninjau Tanwir Pemuda Muhammadiyah, Hilman berharap Pemuda untuk bisa menampilkan gagasan-gagasan baru untuk akselerasi pembangunan di Tanah Air. Terlebih dalam konteks Indonesia Emas 45.
Poin ketiga RIB menurut Hilman adalah Islam sebagai gerakan ilmu. Dia memandang untuk mencapai pembangunan yang besar dan berangkat panjang dibutuhkan sebuah strategi yang kuat berbasis pada ilmu atau pendekatan saintifik.
Ribuan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di bidang pendidikan, termasuk 167 Perguruan Tinggi Muhammadiyah-’Aisyiyah tujuan utamanya adalah untuk membangun sumber daya manusia. Tanpa adanya pendidikan, proses akselerasi pembangunan akan berat.
“Begitupun beragama itu memerlukan ilmu. Melaksanakan zakat butuh akuntan, manajer, dan butuh orang yang membuat program dan lain sebagainya,” imbuhnya.
Poin keempat yang perlu dipahami adalah Islam sebagai gerakan amal. Pada poin empat ini semangatnya dapat ditemukan dalam sejarah Kiai Haji Ahmad Dahlan yang lebih dikenal sebagai ‘man of action’. Tidak banyak bicara tapi banyak melakukan.
Oleh karena itu Hilman mengajak supaya gerakan amal ini dapat dilakukan oleh seluruh organisasi otonom. Gerakan amal ini supaya menjadi efektif dan tepat sasaran, Hilman menyarankan supaya dikerjakan secara kolaborasi atau kolektif.