MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Menjadi pemateri di Silatnas Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti meminta supaya Muhammadiyah memiliki spesialisasi dai untuk komunitas.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah ini memandang pentingnya adanya juru dakwah atau dai yang memiliki spesialisasi khusus untuk menangani komunitas-komunitas yang menjadi sasaran dakwah Muhammadiyah, supaya dakwah dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
“Kalau kita mengikuti yang ada dalam Al Qur’an, rasul-rasul Allah itu diutus dalam bahasa umatnya bil lisani qaumihi, yang itu mengandung pengertian bahwa dakwah memang harus pesannya sampai pada komunitas itu,” kata Mu’ti pada Selasa (12/11) di BPMP DKI Jakarta.
Pengangkatan Rasulullah dari komunitasnya setidaknya terdapat dua alasan, yaitu Rasul tidak dari orang asing supaya memahami umat atau komunitasnya. Alasan kedua supaya tidak ada jarak, sehingga Rasul bisa berinteraksi dengan komunitasnya.
Selain itu, pesan dakwah yang disampaikan sebagai konten dai juga harus memperhatikan tingkat intelektualitas mad’u atau sasaran dakwah. Hal itu perlu diperhatikan untuk mengefektifkan pesan-pesan dakwah agar mudah diterima oleh mad’u.
Berangkat dari realitas tersebut, kata Abdul Mu’ti, model atau cara Muhammadiyah berdakwah berbeda sesuai dengan kapasitas sasaran dakwahnya. Dengan demikian, dakwah tidak menjadi rutinitas yang tak terukur, dan isinya tidak hanya motivasi-motivasi saja.
“Termasuk ketika dakwah kepada komunitas remaja, adalah dakwah kepada mereka yang berkaitan dengan cita-cita tinggi, pesan-pesan kesantunan. Jangan dakwah kepada remaja tema ceramahnya ingat mati,” ungkapnya.
“Menurut saya kita juga perlu ada spesialisasi dai. Dai di kalangan remaja yang jangan pakai baju koko, pakainya ya jeans t-shirts,” imbuhnya.
Bahkan para dai yang spesialis untuk kelompok remaja ini supaya up date perkembanganya yang sedang viral atau ramai diperbincangkan, termasuk cita rasa musik yang relevan dengan komunitas remaja.
Oleh karena itu, dakwah komunitas tidak hanya penyampaian pesan secara lisan, tapi juga ada pendampingan dan pemberdayaan sehingga komunitas tersebut bisa terus berkembang.
“Inilah yang menjadi pembeda dulu, Lembaga Dakwah Khusus dengan Lembaga Dakwah Komunitas. Dakwah komunitas itu tidak harus berada di daerah terpencil,” katanya.
Jika menggunakan perspektif itu, maka da’i itu tidak selalu mereka yang berdakwah menyampaikan ayat-ayat. Bisa jadi ayatnya terbatas, tapi mereka mampu berbaur dengan komunitas tersebut, serta memiliki bekal atau kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan komunitas tempatnya berada.