MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Dalam QS. Al-An’am ayat 22-32, Allah Swt menggambarkan keadaan orang-orang musyrik di Hari Kiamat ketika mereka dikumpulkan di Padang Mahsyar. Pada ayat 22-24, Allah Swt menantang mereka dengan pertanyaan tentang sekutu-sekutu yang mereka sembah selain Allah selama di dunia.
“Namun, orang-orang musyrik malah berbohong dan bersumpah bahwa mereka tidak pernah menyekutukan Allah. Ini menunjukkan sifat pengecut mereka yang, saat terdesak, justru menolak tanggung jawab atas perilaku syirik mereka di dunia,” tutur Piet Hizbullah Khaidir dalam Halaqah Tafsir At-Tanwir di Aula Masjid Islamic Center Universitas Ahmad Dahlan pada Jumat (11/10).
Piet menerangkan bahwa ada tiga persoalan penting yang terkandung dalam ayat-ayat ini. Pertama, saat di dunia, mereka merasa kuat karena harta benda, jabatan, dan kekuasaan, sehingga dengan sadar melakukan kesyirikan. Mereka menghinakan Allah Swt dengan menyekutukan-Nya, menolak kebenaran yang disampaikan melalui Rasul-Nya.
Namun, tutur Piet, di akhirat, mereka dengan penuh inkonsistensi menyangkal perbuatan mereka. Kesyirikan ini adalah bentuk ketidakjujuran yang dalam kondisi terdesak di Hari Pengadilan, mereka tak mampu lagi mempertahankan kebohongannya.
Kedua, kebohongan yang mereka lakukan adalah penolakan fakta yang mereka ciptakan sendiri. Mereka biasa berbohong dan bersumpah atas nama Allah di dunia, tetapi di hadapan Pengadilan Tuhan, tangan dan kaki mereka akan menjadi saksi atas perbuatan mereka. Kebohongan terhadap diri sendiri ini adalah cerminan dari kesesatan yang mereka lakukan melalui kesyirikan.
Ketiga, perilaku berbohong kepada diri sendiri merupakan wujud pola pikir yang tidak logis. Mereka telah diberi anugerah berupa akal, penglihatan, dan pendengaran, tetapi justru menyekutukan Allah. Hal ini menandakan betapa tidak masuk akalnya perilaku mereka, apalagi ketika di akhirat mereka menyangkal perbuatan syirik yang jelas-jelas mereka lakukan di dunia.
Pada ayat 25, Allah menegaskan bahwa kesyirikan mereka dilakukan dengan kesadaran penuh. Meskipun mereka mendengar wahyu yang disampaikan Rasulullah Saw., Allah Swt menutup hati dan telinga mereka sehingga mereka tidak bisa memahami kebenaran. Hal ini diperjelas dengan penggunaan kata “akinnah” (tertutup) dan “wiqran” (tersumbat), menunjukkan bahwa meskipun mereka mendengar dan melihat ayat-ayat Allah, mereka tidak mau menerima kebenaran. Akibatnya, mereka semakin terjebak dalam kesyirikan dan kekafiran.
Penolakan terhadap Al-Qur’an ini juga, ujar Piet, dibahas dalam ayat 26. Mereka tidak hanya menolak mendengarkan wahyu, tetapi juga melarang orang lain untuk mendekat kepada Al-Qur’an. Perilaku ini membawa mereka pada kebinasaan. Mereka kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hidayah dan terjebak dalam kebodohan yang mereka ciptakan sendiri.
Ketika dihadapkan pada siksa di hari Kiamat, sebagaimana disebutkan pada ayat 27-28, mereka menyesal dan berharap bisa kembali ke dunia untuk memperbaiki diri. Namun, penyesalan mereka sia-sia, sebab sifat asli mereka adalah pendusta, dan jika diberi kesempatan kembali, mereka akan tetap mengulangi kesalahan yang sama. Mereka hanya percaya bahwa kehidupan adalah di dunia semata, seperti dijelaskan dalam ayat 29. Akibatnya, ketidakpercayaan mereka terhadap hari kebangkitan membuat orientasi hidup mereka terbatas hanya pada kesenangan duniawi.
Pada akhirnya, dalam ayat 30-32, orang-orang kafir itu menyesali perbuatan mereka dan mengakui kebenaran hari kebangkitan. Namun, penyesalan mereka datang terlambat, dan mereka harus menanggung siksa yang pernah mereka ingkari. Mereka telah kehilangan orientasi hidup yang selaras dengan kebenaran, karena hanya menganggap dunia sebagai permainan dan senda gurau, tanpa memikirkan kehidupan akhirat.
Dari tafsir QS. Al-An’am ayat 22-32 ini, Piet menyimpulkan bahwa syirik dan perilaku anti-Al-Qur’an bukan hanya masalah teologis, tetapi juga merupakan antitesa terhadap peradaban yang maju. Kesyirikan menunjukkan kurangnya integritas dan ketidakmampuan untuk menggunakan akal sehat, sedangkan penolakan terhadap Al-Qur’an menutup pintu menuju pengetahuan dan kebenaran yang hakiki.