MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syafiq Mughni menyatakan bahwa semua agama menghendaki keselamatan manusia, alam, dan lingkungan. Namun, tantangan terbesar datang dari perilaku manusia yang justru merusak lingkungan.
“Oleh karena itu, penting bagi pemimpin agama untuk meningkatkan kesadaran dan menggerakkan komunitas mereka untuk mengambil tindakan nyata dalam menyelamatkan lingkungan,” jelas Syafiq dalam diskusi Transisi Energi di Indonesia dan Peran Lintas Agama yang diselenggarakan oleh Greenfaith Indonesia pada Rabu (23/10) di Jakarta.
Syafiq juga menegaskan bahwa agama harus menjadi kekuatan nyata, bukan hanya potensi.
“Kita memiliki tugas mulia untuk menyelamatkan bumi, dan lintas agama bisa menjadi kekuatan besar dalam mewujudkan itu,” kata Syafiq.
Sementara itu, Pardjono, perwakilan dari kelompok agama Buddha, menyoroti bagaimana nilai-nilai spiritual Jawa dalam agama Buddha selaras dengan konsep harmoni alam semesta.
“Jika kita mampu merawat diri, maka kita harus bisa merawat alam semesta. Ini adalah tanggung jawab spiritual kita untuk menjaga lingkungan hidup,” katanya.
Dari komunitas Hindu, Pinandita Astono juga mengapresiasi dialog lintas agama ini dan menegaskan bahwa konsep Tri Hita Karana—yang mencakup hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan—sejalan dengan misi Greenfaith dalam menjaga kelestarian alam.
Aldi Destian dari Majelis Tinggi Agama Konghuchu Indonesia mengatakan, inti keharmonisan adalah agar tidak ekstrim dalam menggunakan sumber daya alam.
“Sehingga hidup kita harus selaras dengan alam dan bisa menghemat energy yang gunakan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun peribadahan,” ungkapnya.
Dialog lintas agama ini menjadi langkah penting dalam menunjukkan bahwa transisi energi bukan hanya tugas pemerintah atau sektor swasta. Kolaborasi lintas agama diharapkan dapat menggerakkan perubahan di tingkat akar rumput, membangun kesadaran kolektif, dan mendesak kebijakan yang lebih ramah lingkungan untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.
Sekadar diketahui, Greenfaith Indonesia (GFI) adalah bagian dari GreenFaith, sebuah organisasi lintas agama internasional yang sejak 1992 bekerja untuk keadilan iklim di akar rumput, di 13 negara di Afrika, Asia, Eropa dan Amerika. GreenFaith bekerja dengan misi untuk membangun gerakan lingkungan dan iklim lintas agama di seluruh dunia dan visi untuk membangun komunitas ekonomi yang tangguh dan peduli yang memenuhi kebutuhan semua orang dan melindungi planet ini.
Hening Parlan, Direktur Green Faith Indonesia, dalam sambutannya menegaskan pentingnya peralihan dari energi fosil menuju energi ramah lingkungan. Menurutnya, agama memiliki peran besar dalam menggerakkan kesadaran masyarakat untuk menjaga bumi.
“Pertemuan ini penting untuk mendalami bagaimana lintas agama dapat berkontribusi dalam upaya menyelamatkan lingkungan. Melalui kolaborasi ini, kita dapat mempercepat perpindahan ke energi yang lebih bersih,” ujar Hening.
Yoshiro Sada, Direktur Green Faith Jepang, menambahkan bahwa Jepang dan Indonesia memiliki sejarah panjang. Jepang, melalui pendanaannya di PLTU Indramayu, menjadi sorotan dalam dialog ini. Menurut Yoshiro, pihaknya ingin mempelajari lebih lanjut dampak dari penggunaan energi kotor di Indonesia dan bagaimana Jepang dapat mengambil langkah lebih tegas dalam mendukung transisi energi berkelanjutan.
“Kami bertanggung jawab atas investasi di Indonesia. Kami akan membawa informasi ini ke masyarakat Jepang dan parlemen untuk mendorong kebijakan yang lebih hijau,” tegas Yoshiro.