MUHAMMADIYAH.OR.ID, ARAB SAUDI – Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Arab Saudi gelar Kajian Tarjih pada Kamis (17/10) secara daring mengangkat bahasan pendekatan bayani, burhani, dan irfani dalam Manhaj Tarjih Muhammadiyah.
Dalam pengajian perdana Majelis Tarjih PCIM Arab Saudi ini yang didapuk menjadi pemateri adalah Nur Fajri Romadhon, yang saat ini menjabat sebagai Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM DKI Jakarta.
Pendekatan bayani, burhani, dan irfani sesuai Manhaj Tarjih Muhammadiyah ini digunakan untuk ‘membaca’ nash maupun wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang berupa Al Qur’an dan Sunnah.
Nur Fajri yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Majelis Tarjih PCIM Arab Saudi ini juga menyampaikan, semangat yang diusung Muhammadiyah untuk kembali pada Al Qur’an dan Sunnah atau hadis itu memakai akal pikiran.
Namun istilah memakai akal pikiran ini sering menimbulkan polemik, hal itu disebabkan karena kalimatnya tidak lengkap. Kalimat lengkapnya adalah kembali ke Al Qur’an dan Hadis memakai akal dan pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
“Harus lengkap, jangan cuma bilang dengan menggunakan akal pikiran aja. Tapi menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Frasa ini sebenarnya bisa disederhanakan dengan mengatakan dengan Manhaj Tarjih,” katanya.
Perangkat metode yang digunakan oleh Muhammadiyah untuk memahami Al Qur’an dan Hadis tersebut supaya ketika memahami tidak terjebak hawa nafsu, dan terjadi penyelewengan sebagaimana yang disampaikan oleh Kiai Mas Mansur.
Menyederhanakan istilah, Nur Fajri menyampaikan bahwa bayani merupakan pendekatan secara tekstual, kemudian burhani yang disebut kontekstual, dan irfani yang didasari pada kepekaan nurani dan ketajaman intuisi batin.
Fakta di lapangan, katanya, seakan-akan ulama-ulama klasik hanya menggunakan pendekatan bayani, namun kenyataannya tidak begitu. Sebab burhani juga digunakan oleh mereka, hanya saja tidak disebutkan secara eksplisit.
Dia mencontohkan bagaimana Imam Syafi’i penulis Ar Risalah yang merupakan buku pertama Ushul Fiqh, juga memiliki perhatian yang besar pada bidang kedokteran, dan juga menguasai ilmu sosial.
Tidak hanya Imam Syafi’i, tapi juga ada Imam Abu Hanifah yang menguasai ilmu ekonomi, Abu Yusuf juga demikian, Al Imam Ar Razi pakar ilmu alam maupun astronomi, Ibnu Taimiyah yang ahli matematika, dan seterusnya.
“Jadi kita bisa abaikan itu, cuma Muhammadiyah ini mempertegas aja, menyebutkan secara khusus dipertegas, yaitu mujtahid itu juga melibatkan ilmu alam, ilmu sosial dan seterusnya,” ungkapnya.
“Tapi hati Mujtahid ini hatinya dia harus hati yang takwa, harus hati yang bersih, karena kalau hatinya tidak takwa, tidak bersih maka nantinya isi hatinya bisa menyeleweng,” imbuhnya.
Pada kesempatan ini dirinya juga berpesan kepada kader PCIM Arab Saudi supaya tidak pernah berhenti belajar, tidak hanya menghafal Al Qur’an dan Hadis, tapi juga kitab-kitab rujukan untuk memperkaya dan memperluas ilmu pengetahuan.