MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sekaligus Plt Kepala Perpustakaan Nasional, Endang Aminudin Aziz, menyampaikan materi Pengajian Bulanan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Jumat (18/10), dengan mengusung tema Kedaulatan Budaya: Refleksi Sumpah Pemuda untuk Indonesia Raya.
Dalam kajiannya, Aminudin membahas pengalaman historis dalam perumusan Bahasa Indonesia yang berlangsung selama Kongres Pemuda Indonesia pada 27-28 Oktober 1928. Ia menjelaskan bahwa proses perumusan bahasa Indonesia sangat terkait erat dengan peristiwa Sumpah Pemuda, di mana bahasa Indonesia diakui sebagai bahasa persatuan.
Tabrani dan Peran Krusialnya dalam Perumusan Bahasa Indonesia
Pada awal pemaparannya, Prof. Aminudin menyoroti sosok pemuda bernama Muhammad Tabrani sebagai tokoh penting dalam perumusan bahasa Indonesia. “Jika kita berbicara tentang bahasa Indonesia, maka tidak bisa dipisahkan dari peran besar Muhammad Tabrani,” jelasnya.
Tabrani, seorang jurnalis dan politikus yang lahir pada tahun 1904, dikenal sebagai pelopor penggunaan istilah Bahasa Indonesia. Prof. Aminudin menjelaskan bahwa dalam Kongres Pemuda, istilah bahasa Indonesia menjadi perdebatan sengit di antara para tokoh pergerakan nasional.
“Tabrani adalah sosok yang gigih memperjuangkan penggunaan istilah bahasa Indonesia, meskipun banyak tokoh nasional, termasuk Moh. Yamin, mengusulkan nama bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan,” paparnya.
Prof. Aminudin menguraikan lebih lanjut bahwa Moh. Yamin berpendapat bahwa hanya ada dua Bahasa (bahasa Jawa dan Bahasa Melayu) yang mengandung harapan menjadi bahasa persatuan. Sehingga kebudayaan Indonesia akan diutarakan di masa depan dalam bahasa tersebut. Pendapat Yamin ini juga didukung oleh tokoh lainnya, seperti Djamaloedin Adinegoro.
Namun, Tabrani menolak usulan tersebut. Ia berargumen bahwa istilah bahasa Melayu tidak linear dengan semangat perjuangan kemerdekaan Indonesia yang sedang diperjuangkan saat itu.
“Tabrani dengan tegas menolak penggunaan istilah bahasa Melayu karena menurutnya, kita sedang memperjuangkan Indonesia, bukan Melayu,”ungkapnya.
Lebih lanjut, Tabrani juga mengatakan “Bahasa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia itu!” dan dukungan terhadap usulan Tabrani juga datang dari tokoh seperti Sanusi Pane, yang juga merupakan seorang penulis dan wartawan.
Pada akhirnya, setelah perdebatan panjang, perumusan dalam kongres pemuda tersebut diputuskan dalam sidang Kongres Pemuda. Hasilnya adalah ikrar yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda: “Bertanah air satu, tanah air Indonesia; berbangsa satu, bangsa Indonesia; menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” (bhisma)