Ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan jalan menaati menaati segala perinta-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya, dan mengamalkan segaal yang diizinkan Allah. Ibadah terbagi menjadi dua, yaitu ibadah umum dan khusus. Ibadah umum adalah segala amal yang diizinkan Allah, sedangkan ibadah khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingka dan cara-caranya yang tertentu.
Salah satu contoh ibadah khusus adalah salat, sebagaimana dalam potongan hadis riwayat Al-Bukhari, “Salatlah kalian sebagaimana kalian melihatku salat.” Pada prinsipnya, salat itu harus dilaksanakan sesuai dengan yang dicontohkan oleh Nabi Saw, sebagaimana QS al-Hasyr (51) ayat 7 yang menganjurkan untuk mengikuti perintah Rasul Saw.
Penjelasan di atas selaras dengan slogan ar-ruju’ ilā al-Qur’an wa as-Sunnah sebagaimana yang termuat dalam AD/ART Muhammadiyah Pasal 4 ayat 1 bahwa Muhammadiyah adalah Gerakan Islam, Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Diperkuat juga dengan Matan Keyakinan dan Cita-Cital Hidup Muhammadiyah (MKCHM) yang menyebutkan bahwa Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan Al-Qur’an yaitu kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhmmad Saw dan Sunnah Rasul yaitu penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur’an yang diberikan oleh Nabi Muhammad Saw dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Penjelasan ini dapat menjadi penguat bahwa aspek akal dan pikiran bagi Muhammadiyah tidak boleh diabaikan dalam memahami Al-Qur’an dan Hadis.
Namun perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan ar ruju’ ilā al-Qur’an wa as-Sunnah, tidak berarti Muhammadiyah mengabaikan pandangan ulama tanpa membaca dan merujuk pendapat ulama yang memiliki otoritas. Artinya, Muhammadiyah memahami Al-Qur’an dan Sunah disertai dengan pemahaman kaidah-kaidah yang ada dan melihat pandangan-pandangan ulama terkait persoalan tertentu.
Secara etosnya, ar-ruju’ ilā al-Qur’an wa as-Sunnah bukan hanya sebuah slogan tetapi ada proses panjang ijtihad dalam menentukan suatu hukum dengan melihat konteks, salah satunya dengan tidak mengabaikan pendapat para ulama terutama ulama mazhab.
Apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah telah sesuai dengan anjuran para imam mazhab, salah satunya ialah dari Imam Malik, ”Sesungguhnya aku adalah manusia biasa (mungkin) aku salah dan (mungkin) benar. Perhatikanlah pendapatku, selama pendapatku itu sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunah. Selama pendapatku tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunah, tinggalkanlah.”
Pendapat-pendapat para imam mazhab dapat digunakan sebagai pertimbangan dasar dalam melaksanakan ibadah yaitu dengan menggunakan kaidah-kaidah yang telah dirumuskan oleh para ulama terdahulu, yang didasarkan pada jiwa Al-Qur’an dan Sunah.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam beribadah bagi orang yang memiliki kemampuan dan otoritas untuk memahami dalil secara langsung dari sumber aslinya dan tidak merujuk pada pendapat imam mazhab, hal itu dibolehkan. Sementara bagi orang awam yang tidak mempunyai kemampuan memahami dalil secara langsung, hendaknya melakukan ittiba’ yaitu dengan mengikuti salah satu mazhab yang diyakini.
Sumber:
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Rubrik Tanya Jawab Agama Majalah Suara Muhammadiyah edisi 19, 1 – 15 Oktober 2024, 22-23.