MUHAMMADIYAH.OR.ID, EDINBURGH — Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Muhamad Rofiq Muzakkir, menjelaskan makna tarjih di lingkungan Muhammadiyah. Ia menerangkan bahwa tarjih pada awalnya berarti memperbandingkan pendapat-pendapat ulama—baik dari dalam maupun luar Muhammadiyah—untuk kemudian memilih mana yang dianggap memiliki dasar dan alasan paling kuat.
“Para ulama sering kali memiliki perbedaan pendapat. Tarjih itu mengkaji pendapat-pendapat yang ada kemudian memilih mana yang paling kuat untuk diamalkan,” jelas Rofiq dalam acara Ngaji Manhaj Tarjih Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) Amerika Serikat dan Britania Raya, Rabu (11/09).
Namun, dalam perkembangannya, makna tarjih di Muhammadiyah mengalami perluasan. Tarjih kini tidak hanya sekadar membandingkan pendapat ulama, melainkan juga mencakup setiap aktivitas intelektual yang bertujuan untuk merespons permasalahan sosial dan kemanusiaan dari sudut pandang agama Islam. Dengan demikian, tarjih menjadi hampir sinonim dengan ijtihad dalam melihat permasalahan baru yang muncul dalam masyarakat.
“Tarjih di Muhammadiyah tidak hanya membandingkan pendapat yang ada, tetapi juga mengkaji hal-hal baru yang belum pernah dibahas sebelumnya. Masalah-masalah hukum yang terus berkembang tidak selalu memiliki opini dari masa lalu, sehingga harus dicari jawabannya,” lanjut Rofiq.
Istilah tarjih tetap dipertahankan dalam lingkungan Muhammadiyah meskipun sinonim dengan ijtihad, karena memiliki konteks historis yang kuat. Majelis Tarjih berdiri pada tahun 1927, 15 tahun setelah KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Pada saat itu, aktivitas tarjih terutama berfokus pada membandingkan pendapat-pendapat ulama untuk memilih yang paling kuat, seperti pada diskusi mengenai tempat pelaksanaan salat Id yang akhirnya diputuskan untuk dilaksanakan di lapangan.
Seiring waktu, tarjih di Muhammadiyah terus berkembang dan mulai merespons persoalan-persoalan kontemporer. Di antara produk-produk pemikiran kontemporer yang dihasilkan Majelis Tarjih ialah Fikih Kebencanaan, Fikih Informasi, Fikih Difabel, dan lain sebagainya.
Jika disandingkan dengan istilah manhaj, manhaj tarjih diartikan sebagai sistem yang memuat seperangkat wawasan, sumber, pendekatan, dan metode tertentu yang menjadi pegangan dalam kegiatan tarjih.
“Manhaj tarjih adalah metode Muhammadiyah dalam berijtihad, atau metode Muhammadiyah dalam merespons permasalahan kemanusiaan yang terus berkembang hingga saat ini,” terang Rofiq.