MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Memahami teks suci Al-Quran dan hadis merupakan bagian penting dari tradisi keilmuan Islam yang berkembang seiring waktu. Para ulama berperan besar dalam mengkaji nas dan merumuskan ilmu-ilmu keislaman, yang mencakup ilmu Al-Quran dan hadis.
Ilmu Al-Quran adalah pengetahuan yang bertujuan memahami ayat-ayat Al-Quran secara mendalam. Ini diikuti dengan ilmu hadis, yang menelaah sanad (jalur periwayatan), rawi (perawi), dan matan (isi hadis). Dari sini, lahirlah pula ilmu fikih, yang membahas tentang perbuatan manusia dari perspektif hukum Islam.
Ketua PP Muhammadiyah Saad Ibrahim dalam Kajian Subuh Mengaji pada Ahad (15/09) menilai bahwa di dalam fikih, perbedaan pendapat adalah hal yang umum terjadi. Bahkan ketika ayat yang dirujuk sama, para ulama bisa menarik kesimpulan hukum yang berbeda.
Salah satu contoh nyata adalah perdebatan terkait wudhu, sebagaimana yang dijelaskan dalam Surat Al-Maidah ayat 6. Ada dua pandangan yang berkembang terkait kata “arjulakum” dalam ayat tersebut. Sebagian ulama membaca “arjulakum” yang berarti kaki harus dibasuh, sementara yang lain membaca “arjulikum” yang berarti kaki cukup diusap. Perbedaan bacaan ini berdampak langsung pada perbedaan kesimpulan hukum dalam tata cara berwudhu.
Selain itu, ujar Saad, para ulama juga berbeda pendapat mengenai apakah tertib (urutan) dalam berwudhu adalah wajib atau tidak. Salah satu pendapat menyatakan bahwa tertib hukumnya sunnah, artinya tidak harus diikuti dengan ketat. Menurut pandangan ini, jika seseorang berwudhu dengan urutan yang tidak sesuai, wudhunya tetap sah. Mereka merujuk pada Surat Al-Maidah ayat 6, di mana setiap anggota wudhu dihubungkan dengan kata sambung “wawu”, yang dalam kaidah bahasa Arab tidak mengharuskan adanya urutan.
Namun, pendapat lain menyatakan bahwa tertib adalah rukun wudhu yang wajib diikuti. Menurut pandangan ini, wudhu yang dilakukan tanpa mengikuti urutannya dianggap tidak sah. Mereka juga berpedoman pada ayat yang sama, namun melihat bahwa Allah menempatkan anggota wudhu yang diusap (kepala) di antara anggota yang dibasuh (muka, tangan, dan kaki). Dalam tradisi bahasa Arab, hal-hal sejenis biasanya disebutkan berurutan, dan penempatan yang berbeda ini dianggap menunjukkan adanya aturan khusus mengenai tertib dalam berwudhu.
Dengan demikian, perbedaan interpretasi dalam memahami ayat-ayat Al-Quran dan hadis sering kali menimbulkan berbagai pandangan dalam fikih. Namun, ini mencerminkan kekayaan intelektual dalam tradisi keilmuan Islam, di mana keragaman pemikiran tetap dihormati selama didasarkan pada landasan yang kuat dari nas dan kaidah keilmuan yang disepakati.