Sejarah psikologi Islam ternyata menyimpan banyak hal yang mengejutkan. Salah satu yang paling mencolok adalah tentang rumah sakit jiwa pertama dalam sejarah. Tidak sedikit yang menduga bahwa rumah sakit pertama ini dibangun antara abad ke-17 hingga ke-19, dan umumnya mereka menjawab Eropa.
Namun, kenyataannya, rumah sakit jiwa pertama justru berdiri jauh lebih awal, yakni pada abad ke-8, bahkan beberapa sumber menyebutkan seawal abad ke-7 di Baghdad. Ini berarti sekitar seribu tahun sebelum perkiraan kebanyakan orang. Pada abad ke-7 ini, Islam mengalami lompatan luarbiasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
Stereotip umum tentang rumah sakit jiwa di masa lalu sering kali membayangkan pasien yang dikurung dalam sel atau terikat pada alat-alat penyiksaan. Namun, dalam tradisi pengobatan Islam, pendekatan yang digunakan sangat berbeda. Jika melangkah ke dalam bimadistan atau dar al-syifa, yang artinya “tempat penyembuhan,” pemandangan yang akan terlihat sangatlah berbeda.
Pasien tidak dikucilkan dari masyarakat; sebaliknya, rumah sakit tersebut dibangun di pusat kota. Hal ini menunjukkan bahwa perawatan kesehatan mental adalah bagian integral dari kehidupan sosial. Para pasien gangguan mental bukanlah kelompok marjinal yang disingkirkan di tengah kehidupan publik. Fasilitas ini dilengkapi dengan taman-taman yang indah dan air mancur untuk memberikan ketenangan bagi mereka yang tengah berjuang dengan gangguan mental.
Rumah sakit jiwa pertama yang lengkap dalam dunia Islam didirikan di Baghdad pada tahun 803 oleh Khalifah Harun al-Rashid dari Dinasti Abbasiyah. Bahkan, laporan dari Rumah Sakit Fustat di Kairo pada tahun 872 memberikan bukti awal tentang adanya perawatan kejiwaan secara institusional. Dari abad ke-10, rumah sakit-rumah sakit ini mulai berkembang di seluruh dunia Islam, dari Afrika Utara hingga Anatolia, dengan pusat-pusat utama seperti Damaskus, Baghdad, dan Kairo yang memiliki rumah sakit besar dengan perawatan khusus untuk penyakit kejiwaan.
Pengobatan yang diberikan sangat beragam. Selain obat-obatan seperti stimulan, sedatif, dan antidepresan yang dikenal sebagai mufarrah al-nafs atau penggembira jiwa, para dokter lebih memilih pendekatan holistik yang mengurangi risiko efek samping. Terapi alternatif juga digunakan, seperti terapi pendengaran dengan Al-Qur’an, suara alami seperti air dan kicauan burung, serta perawatan melalui diet seimbang dan mandi rutin.
Salah satu aspek paling menonjol dari sistem perawatan mental Islam ini adalah perhatian terhadap martabat dan hak pasien. Mereka sering kali memiliki ruang pribadi dan kebebasan untuk membawa barang-barang pribadi, yang memberikan rasa kenyamanan dan privasi.
Data sejarah menunjukkan bahwa orang dengan gangguan mental jarang diwajibkan menjalani perawatan di rumah sakit, kecuali jika ada keputusan pengadilan. Bahkan, mereka memiliki hak untuk menolak diagnosis melalui proses pengadilan. Hal ini menunjukkan betapa dihargainya suara mereka dalam sistem hukum Islam.
Yang lebih mengesankan, rumah sakit-rumah sakit ini dirancang agar mudah diakses oleh keluarga dan masyarakat. Di beberapa kompleks, rumah sakit dibangun berdekatan dengan masjid, memperkuat tanggung jawab sosial dalam menjenguk yang sakit. Para pengunjung sering datang sebagai bagian dari kewajiban Islam, sementara staf rumah sakit dipilih dengan kriteria khusus seperti sifat ramah dan penuh kasih.
Para perawat yang dipilih benar-benar mempraktikkan makna terdalam dari “hospitality”—keramahan. Karena mereka sadar bahwa para pasien yang datang sesungguhnya adalah orang yang sedang dalam keadaan defisit energi. Orang-orang ini butuh limpahan energi dari para perawat agar kembali pada kondisi prima. Tidak ada imaji buruk tentang rumah sakit jiwa, semuanya dikendalikan dengan pandangan dunia Islam tentang kemanusiaan.
Tidak hanya aspek kemanusiaan yang diutamakan, namun sistem manajemen rumah sakit juga sangat terorganisir. Sejarawan Muslim seperti Ibn Jubayr dan pelancong Eropa seperti Jean-Baptiste Tavernier memuji rumah sakit Islam karena disiplin dalam pemeriksaan harian dan keteraturan administrasi.
Selain itu, para pasien yang keluar dari rumah sakit diberikan bantuan finansial untuk membantu mereka berintegrasi kembali ke masyarakat. Semua ini dimungkinkan berkat dukungan besar dari sistem wakaf yang didorong oleh nilai-nilai Islam. Wakaf menjadi tulang punggung ekonomi peradaban Islam, sehingga pengobatan bisa dilakukan secara gratis bahkan pasien mendapatkan tambahan finansial.
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa jauh sebelum dunia Barat mempraktikkan perawatan yang lebih manusiawi terhadap orang-orang dengan gangguan mental, dunia Islam sudah menerapkannya dengan penuh hormat, mempertimbangkan kebutuhan sosial dan ekonomi pasien. Hal ini menantang narasi umum tentang “zaman kegelapan” sebelum Renaisans di Eropa. Dunia Islam pada masa itu, justru bersinar terang dengan kemajuan dalam bidang kesehatan mental dan pengobatan.
Sejalan dengan tradisi intelektual Islam, Muhammadiyah juga mengambil bagian dalam upaya pemulihan kesehatan mental melalui kolaborasi dengan berbagai institusi. Salah satu mitra dari Universitas Aisyiyah Yogyakarta (UNISA) dalam menjalankan proyek kemanusiaan yang dikenal sebagai Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) adalah Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping, Yogyakarta.
Melalui program ini, mahasiswa dari program studi Psikologi di UNISA diterjunkan langsung dalam pendampingan pasien di rumah sakit tersebut. Mereka berfokus pada pemulihan psikologis pasien dan keluarganya untuk membantu proses penyembuhan fisik yang lebih efektif. Program ini mencontohkan bagaimana warisan pemikiran Islam dalam perawatan holistik kesehatan mental relevan dan diterapkan hingga hari ini.
Referensi:
Rania Awaad, “How Muslims Developed the First Psychiatric Hospitals in the World | Holistic Healing Series”, https://yaqeeninstitute.org/watch/series/how-muslims-developed-the-first-psychiatric-hospitals-in-the-world-holistic-healing-series, diakses pada Senin, 23 September 2024.
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, ” Membantu Memulihkan Kesehatan Mental” – RS.PKU Muhammadiyah Gamping”, https://s1psikologi.unisayogya.ac.id/membantu-memulihkan-kesehatan-mental-rs-pku-muhammadiyah-gamping/, diakses pada Senin, 23 September 2024.