MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — QS. Al-An’am ayat 94 memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang akan dihadapi manusia pada hari kiamat. Dalam suasana penuh ketegangan itu, setiap orang berdiri di hadapan Allah, tidak membawa apa pun selain amal perbuatannya.
Allah menegaskan, pada hari itu, semua yang dimiliki di dunia—harta, kedudukan, hingga dukungan dari sekutu-sekutu yang dianggap penting—tidak akan ada artinya. Setiap individu akan datang sendirian, tanpa ada yang bisa menolong atau memberi syafaat.
Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Alimatul Qibtiyah dalam Halaqah Tafsir At-Tanwir pada Jumat (20/09), ayat ini mengandung pesan mendalam tentang tanggung jawab pribadi. Di dunia, banyak yang merasa aman dengan kekayaan, relasi sosial, atau bahkan mengandalkan bantuan dari pihak lain.
Namun, Allah mengingatkan, ketika kiamat tiba, ujar Alimatul Qibtiyah, semua itu akan lenyap. Tidak ada sekutu atau perantara yang bisa menyelamatkan. Manusia hanya akan dimintai pertanggungjawaban atas amal perbuatannya sendiri.
Dalam konteks kehidupan modern, ujar Alimatul Qibtiyah, ayat ini juga menyuarakan kritik terhadap ketergantungan manusia pada hal-hal material. Banyak dari umat manusia sering terjebak dalam ambisi mengejar harta dan kekuasaan, seolah-olah hal tersebut menjadi jaminan keberhasilan di dunia maupun akhirat. Ayat ini mengingatkan bahwa tidak ada yang bisa membantu kecuali amal sendiri.
“Apa yang akan menentukan nasib kita hanyalah kualitas moral dan amal baik yang kita lakukan. Ini adalah panggilan untuk menjalani hidup dengan lebih bertanggung jawab, jujur, dan penuh kesadaran bahwa setiap tindakan akan diperhitungkan,” tutur Alimatul Qibtiyah.
Ayat ini juga mengoreksi kesalahpahaman terkait konsep syafaat atau perantara. Banyak orang menganggap bahwa pada hari kiamat, mereka bisa mengandalkan hubungan tertentu atau bantuan dari seseorang yang dianggap sebagai sekutu atau wali. Namun, QS. Al-An’am ayat 94 mengingatkan bahwa di hari akhir semua hubungan itu akan terputus. Tidak ada yang bisa membantu kecuali amal sendiri.
Etos moral yang diajarkan dalam ayat ini sangat relevan dengan kehidupan sehari-hari. Pertama, ayat ini mengajarkan tentang pentingnya kejujuran dalam pertanggungjawaban pribadi. Kedua, ayat ini juga mengajak untuk merenungkan kembali makna dari apa yang dikejar di dunia ini. Apa yang dianggap penting—harta, jabatan, atau hubungan sosial—pada akhirnya tidak akan berarti di hadapan Allah. Yang terpenting adalah amal baik dan iman yang ditanam selama hidup.