Dalam konteks perayaan Milad Muhammadiyah, banyak jamaah mempertanyakan apakah acara seperti menyanyikan lagu Indonesia Raya, Sang Surya, kesenian, serta tepuk tangan dapat dilangsungkan di dalam masjid.
Pertanyaan ini muncul karena ada kekhawatiran bahwa kegiatan tersebut dapat mengganggu fungsi utama masjid sebagai tempat ibadah. Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan agama terkait hal ini?
Berdasarkan fatwa agama yang dimuat dalam Majalah Suara Muhammadiyah No. 16 tahun 2013, secara bahasa, masjid adalah tempat sujud. Secara syar’i, masjid adalah tempat yang dipersiapkan untuk salat lima waktu secara berjamaah. Meski begitu, di kalangan ulama juga dikenal istilah ar-rahbah, yakni area di sekitar masjid yang masih terhubung dengan bangunan utama, seperti teras atau serambi. Menurut pendapat yang kuat, ar-rahbah ini masih termasuk bagian dari masjid selama lantai atau atapnya terhubung secara langsung.
Pada zaman Nabi Muhammad saw., masjid tidak hanya digunakan untuk ibadah ritual semata. Seperti disebutkan dalam buku Sirah Nabawiyah karya Syaikh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, masjid juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, balai pertemuan, tempat pengobatan, bahkan tempat latihan perang. Jadi, masjid pada masa Nabi memiliki fungsi sosial yang luas, tidak terbatas pada kegiatan ibadah. Namun, ada batasan penting yang harus dijaga, yaitu tidak mengganggu kekhusyukan jamaah yang sedang beribadah.
Terkait dengan kegiatan Milad Muhammadiyah, acara-acara seperti menyanyikan lagu kebangsaan atau himne organisasi pada dasarnya tidak dilarang selama tidak mengganggu fungsi utama masjid. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nur (24:36), “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan petang…”. Ayat ini menekankan bahwa masjid harus dimuliakan, namun tidak secara tegas melarang adanya kegiatan sosial atau budaya selama tetap dalam kerangka syariat Islam.
Dalam fatwa Majalah Suara Muhammadiyah No. 10 tahun 2005, dijelaskan pula bahwa kesenian yang ditampilkan dalam perayaan seperti milad harus mematuhi batasan-batasan tertentu. Nyanyian atau kesenian harus sopan, mendidik, dan mengandung pesan moral yang luhur. Selama unsur-unsur tersebut terpenuhi, perayaan dengan unsur kesenian di masjid tetap dibolehkan.
Meski demikian, para ulama menyarankan agar kegiatan selain ibadah lebih baik dilaksanakan di serambi atau halaman masjid sebagai bentuk penghormatan terhadap kesucian masjid. Penggunaan aula atau gedung pertemuan yang terpisah dari masjid juga lebih dianjurkan untuk menjaga fungsi masjid sebagai tempat ibadah.
Dalam kaidah fikih disebutkan, “Mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil kemaslahatan.” Oleh karena itu, meski pada dasarnya kegiatan Milad Muhammadiyah di masjid tidak dilarang, kehati-hatian dan penghormatan terhadap fungsi utama masjid sebagai tempat ibadah harus selalu dijaga.
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, “Perayaan Acara Milad di Masjid, Bolehkah?”, https://fatwatarjih.or.id/perayaan-acara-milad-di-masjid-bolehkah/, diakses pada Rabu, 11 September 2024.