MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANTUL – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyibak paradoks yang terjadi di antara umat muslim dunia dengan Indonesia.
Di acara Tasyakur Milad 2 Dekades MBS Pleret, Bantul Abdul Mu’ti menerangkan bahwa Agama Islam di Eropa pada 30 tahun terakhir menjadi agama yang berkembang pesat dilihat dari penambahan jumlah pemeluknya.
Faktanya dari kurang lebih 7 miliar populasi manusia di dunia, 2 miliar di antaranya mereka telah memeluk agama Islam. Oleh peneliti asal Amerika Serikat, pada 2050 diperkirakan India akan menjadi agama dengan mayoritas muslim terbanyak di dunia.
“Pertanyaannya kenapa muslim di INdonesia mengalami penurunan?, ini akibat degenerasi – degenerasi diniyah,” kata Abdul Mu’ti.
Mu’ti memandang, muslim di Indonesia saat ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Ironisnya, umat Islam di Indonesia tidak sekadar mengalami penurunan jumlah pemeluk, namun pemeluk yang ada sifatnya hanya status.
Islam bagi muslim di Indonesia kebanyakan, kata Mu’ti, hanya sebatas Islam KTP – beragamanya masih ‘anggota-anggotaan’. Islam tidak menjelma dan tercermin dalam kehidupan harian muslim di Indonesia.
“Survey menyebutkan 60 persen umat Islam tidak bisa membaca Al Qur’an, banyak mahasiswa Islam tidak bisa membaca Al Qur’an, apalagi menulis Arab,” katanya.
Menurutnya, jika persoalan itu dibiarkan berlarut-larut dia khawatir kerobohan Agama Islam di Indonesia tinggal menunggu waktu. Sebab perubahan bisa terjadi di manapun dan kapan pun, maka penting untuk menguatkan akidah generasi penerus.
“Generasi yang memiliki akidah kuat sebagai pondasi membangun kekuatan yang lainnya. Akidah kuat juga untuk membangun generasi yang kuat, tidak mudah putus asa, serta memiliki daya juang yang tangguh,” ungkapnya.
Selain itu, dalam ajaran Agama Islam juga terdapat larangan meninggalkan generasi yang lemah. Bahkan oleh Allah SWT jika hal itu dilakukan dapat dikategorikan sebagai perbuatan zalim yang sangat besar.