MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Roni Tobroni, menyampaikan latar belakang penulisan bukunya yang berjudul Haji Fachrodin: Lokomotif Literasi dan Pers Islam dalam acara peluncuran dan bedah buku di Grha Suara Muhammadiyah pada Senin (12/08).
Roni menjelaskan bahwa inspirasinya untuk lebih mendalami sosok Haji Fachrodin bermula dari keterlibatannya dalam penyusunan acara Fachrodin Award, sebuah ajang penghargaan bagi karya jurnalistik terbaik yang mengangkat sejarah dan aktivitas lokal Muhammadiyah.
Menurut Roni, Haji Fachrodin bukan hanya seorang Pahlawan Nasional, tetapi juga simbol gerakan pers dan literasi di Muhammadiyah. “Fachrodin Award digagas untuk menghargai karya-karya jurnalistik yang mengabadikan sejarah dan perjuangan Muhammadiyah, terinspirasi oleh semangat literasi yang telah ditanamkan oleh Haji Fachrodin,” jelas Roni.
Dari keterlibatannya dalam Fachrodin Award, Roni semakin tertarik mendalami sosok Haji Fachrodin, yang kemudian membawanya untuk menulis buku ini. Inspirasi utama Roni berasal dari buku karya Muarif berjudul Benteng Muhammadiyah: Sepenggal Riwayat dan Pemikiran Haji Fachrodin. Buku tersebut memberi banyak ide dan dorongan bagi Roni untuk menulis tentang sosok yang lahir pada tahun 1980 ini, dengan fokus khusus pada perannya sebagai tokoh literasi dan pers Islam.
Roni menjelaskan bahwa meskipun Haji Fachrodin lahir di lingkungan yang dekat dengan tradisi Keraton, sejak dini ia sudah menunjukkan sikap anti-feodalisme. Fachrodin dikenal sebagai sosok serba bisa—pengusaha, politisi, penggerak, dan pendakwah. Namun, Roni memilih untuk menyoroti Fachrodin sebagai tokoh pers dan literasi dalam bukunya. “Saya ingin lebih mempertegas peran Fachrodin sebagai tokoh pers, terutama pers Islam,” tambah Roni.
Nama Haji Fachrodin sering disejajarkan dengan tokoh pers nasional lainnya seperti Tirto Adhi Soerjo. Keduanya dikenal sebagai jurnalis kritis, terutama dengan kebijakan-kebijakan kolonial Belanda yang merugikan rakyat. Namun, berbeda dengan Tirto, Fachrodin adalah tokoh pers yang berlandaskan pada gabungan antara nilai-nilai keindonesiaan dan keislaman.
Meskipun Fachrodin wafat pada usia 39 tahun, tradisi literasi dan jurnalisme yang ia wariskan tetap membara. Ia tidak hanya mahir menulis, tetapi juga mampu memimpin berbagai institusi media. Selain Suara Muhammadiyah, Fachrodin juga aktif dalam beberapa media lainnya seperti Dunia Bergerak, Medan-Moeslimin, Islam Bergerak, dan Bintang Islam, yang semuanya berperan penting dalam menyuarakan aspirasi umat Islam dan perjuangan nasional.