MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ruslan Fariadi mengatakan bahwa nilai-nilai kemanusiaan memiliki landasan teologi yang kuat dalam Islam. Dalam Al-Quran, terdapat sejumlah ayat yang menekankan pentingnya menghormati dan melindungi martabat manusia tanpa memandang perbedaan suku, bangsa, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, atau agama.
“Landasan ini dapat menjadi modal dasar untuk membangun visi kemanusiaan universal yang inklusif dan berkeadilan,” tutur Ruslan dalam diskusi buku Kajian Dunia Barat dan Islam: Visi Ulang Kemanusiaan Universal karya Sudibyo Markus, yang berlangsung di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cikditiro, Yogyakarta, pada Senin (01/07).
Dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 menyatakan bahwa perbedaan antar manusia adalah untuk saling mengenal dan menghormati, bukan untuk memecah belah. Dalam QS. Al-Kafirun ayat 6 menunjukkan toleransi dalam keberagamaan, di mana setiap individu diberikan kebebasan untuk memilih dan menjalankan agamanya tanpa paksaan atau diskriminasi.
Lebih lanjut, QS. Al-Baqarah ayat 256 memperkuat prinsip kebebasan beragama dan menghormati pilihan individu dalam kepercayaannya. Dalam QS. Al-An’am ayat 108, Islam mengajarkan untuk menghormati keyakinan dan ibadah orang lain, meskipun berbeda dengan keyakinan kita. Sementara itu, QS. Al-Mumtahanah ayat 8 menegaskan pentingnya berbuat baik dan adil terhadap semua orang, tanpa memandang perbedaan agama atau latar belakang.
Dari beberapa ayat di atas, Ruslan merumuskan al-qiyam al-asasiyyah atau nilai-nilai dasar, yaitu Islam melindungi kemuliaan manusia (karamah insaniyah). Dalam pandangan Islam, manusia merupakan makhluk terhormat yang memiliki hak-hak dasar yang harus dihormati dan dilindungi. Hal ini tercermin dalam beberapa ayat suci, di antaranya QS. Al Isra ayat 70 dan QS. AL Maidah ayat 32.
Menurut Ruslan, Rasulullah merupakan figur yang secara langsung mempraktekkan nilai-nilai kemanusiaan yang termaktub di dalam Quran. Hal ini terlihat dalam sebuah hadis ketika Rasulullah ditanya Sahabat:
“Dari Abdurrahman bin Abi Laila, Qais bin Sa’ad dan Sahal bin Hunaif sedang berada di Qadisiyah. Lalu sebujur jenazah ditandu orang melewati keduanya. Keduanya pun berdiri untuk menghormati. ‘Bukankah jenazah itu adalah (non-Muslim ahludz dzimmah) penghuni dunia?’ tanya orang di sekitarnya. Keduanya menjawab, ‘Satu keranda jenazah digotong orang melewati Rasulullah SAW. Beliau kemudian berdiri. Ketika diberitahu bahwa itu adalah jenazah Yahudi, Rasulullah SAW menjawab, ‘Bukankah ia manusia juga?'” (HR Bukhari dan Muslim).
Rasulullah saw berdiri sebagai bentuk penghormatan meskipun orang yang meninggal dunia berbeda keyakinan dengan beliau. Rasulullah SAW melihat jenazah Yahudi tersebut sebagai manusia ciptaan Allah yang harus dihormati sebagaimana kandungan Surat Al-Isra ayat 70. Perbedaan keyakinan, ras, bangsa, kelas sosial, tidak menafikan kemuliaan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah.
“Rasulullah merefleksikan penghormatan terhadap manusia dan memperlakukan manusia secara terhormat sekalipun berbeda keyakinan dengan beliau. Konsekuensi logisnya adalah, seseorang tidak boleh merendahkan dan memperlakukannya tidak adil atau zalim,” ucap Ruslan.