MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Kemarau panjang yang melanda hampir di seluruh penjuru negeri telah membawa dampak serius bagi kehidupan manusia dan ekosistem. Sumber air, yang selama ini menjadi penopang kehidupan, semakin mengalami penurunan. Bahkan, di beberapa daerah, kebakaran menjadi ancaman yang nyata.
Tidak dapat dipungkiri bahwa air adalah sumber kehidupan. Ketersediaan air yang cukup sangat penting untuk pertanian, pemenuhan kebutuhan sehari-hari, dan menjaga ekosistem yang seimbang. Namun, ketika hujan yang seharusnya menjadi penyelamat menjadi langka, apa yang dapat kita lakukan?
Dalam Keputusan Muktamar Tarjih XX di Garut tahun 1976, saat terjadi kekeringan dan kekurangan air, umat Islam dituntun untuk mengucapkan doa:
اللَّهُمَّ اسْقِنَا غَيْثًا مُغِيثًا مَرِيئًا طَبَقًا مَرِيعًا غَدَقًا عَاجِلًا غَيْرَ رَائِث
“Ya Allah, berikanlah kami hujan yang lebat, menyegarkan, merata, deras, segera, dan tidak menyebabkan kerusakan.”
Selain dengan doa, kita harus sadar bahwa menjaga kelestarian alam adalah tugas manusia. Perubahan iklim, pemanasan global, dan aktivitas manusia yang merusak lingkungan juga berkontribusi pada perubahan cuaca ekstrem seperti kemarau panjang ini. Oleh karena itu, sambil berdoa, kita juga harus berupaya melindungi dan menjaga alam agar tidak semakin terancam.
