MUHAMMADIYAH.OR.ID, MALANG—Allah menempatkan manusia sebagai insan yang dimuliakan (Q.S. Al-Isra: 70). Ketinggian martabat manusia diawali dari penciptaannya sebagai makhluk terbaik (fī ahsan al-taqwim, Q.S. Al-Tin: 4) dengan kedudukan dan tugas selaku “‘abdullah” untuk mengabdi kepada Allah (Q.S. Az-Zariyat: 56) dan “khalifah fi al-ardl” untuk memakmurkan bumi (Q.S. Al-Baqarah: 30; Hud: 61). Kualitas ini tidak diberikan dan dimiliki makhluk Tuhan lainnya.
“Manusia sebagai abdullah itu berarti berserah diri atau taslim, taat kepada Allah tanpa syarat. Sementara manusia sebagai khalifah pernah diragukan Malaikat, namun ini menandakan bahwa posisi ini berarti progesif dan dinamis,” terang Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dalam Seminar Nasional & Rapat Kerja Nasional ke-5 Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah pada Senin (18/10).
Dua sisi yakni abdullah dan khalifatullah dari satu figur manusia ini sebagai kunci dari risalah Allah. Adanya pemahaman ini untuk mempertegas bahwa manusia merupakan makhluk ukhrawi sekaligus duniawi. Karenanya, manusia jangan dipandang sebagai makhluk indrawi semata sebagaimana paradigma nalar materialisme, dan jangan pula hanya dipandang sebagai makhluk bayangan sebagaimana paradigma nalar kaum sufisme. Manusia dengan seluruh dimensinya mesti diletakkan dalam ruang yang moderat: kehidupan di akhirat sama pentingnya dengan kehidupan di dunia.
“Bangunan kehidupan yang ingin diciptakan itu pro-kehidupan, pro-dunia, tetapi dunia tidak hanya untuk dunia, melainkan dunia untuk kehidupan yang lebih panjang. Maka hidup manusia selain harus baik, dia harus berguna dan bermanfaat,” tutur Haedar.
Dengan adanya dua kualitas manusia sebagai abdullah dan khalifatullah ini, Haedar ingin agar kader Muhammadiyah memiliki kepribadian ganda: selalu taat kepada Allah dan berkontribusi positif bagi lingkungan. Karakter seperti inilah yang diinginkan Rasulullah yakni sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat. Bila kader Muhammadiyah seluruhnya memiliki karakter seperti ini maka bukan tidak mungkin Persyarikatan bakal mendapat predikat sebagai umat terbaik (khair al-ummah).
“Sebagai abdullah, kader kita harus baik dan bersih, tapi pada saat yang sama kader Muhammadiyah juga harus berperan sebagai khalifah di bumi yang bergumul dengan realitas kehidupan,” ucap Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.