Rabu, 16 Juli 2025
  • AR
  • EN
  • IN
Muhammadiyah
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
No Result
View All Result
  • Login
Muhammadiyah
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
No Result
View All Result
  • Login
Muhammadiyah
No Result
View All Result
  • KABAR
  • OPINI
  • HUKUM ISLAM
  • KHUTBAH
  • MEDIA
  • SEJARAH
  • TOKOH
  • ARSIP
Home Artikel

Indonesia Tunggal Ika

by adam
3 tahun ago
in Artikel, Opini
Reading Time: 6 mins read
A A
Indonesia Tunggal Ika

Oleh: Prof Haedar Nashir Ketua Umum PP Muhammadiyah

Tema “Kebhinekaan” sudah lama memenuhi jagad publik Indonesia. Lebih bergelora dalam sepuluh tahun terakhir. Para pejabat, elite, dan warga bangsa fasih sekali bicara tentang kebhinekaan.

Kebhinekaan bertumbuh bersama paham pluralisme. Pluralisme semua hal, dari pluralisme kebangsaan sampai keagamaan. Salam dan do’a bernuansa kebhinekaan pun makin terbuka. Seperti biasa, setiap paham berubah ada yang menjadi radikal atau ekstrem. Paham kebhinekaan pun tidak jarang menjadi keras dan berlebihan.

Kebhinekaan oleh sebagian orang dipertentankan dengan agama, sehingga menjadi anti agama. Lalu tumbun peyorasi tentang agama dan umat beragama. Seperti tulisan kaos yang populer di ruang publik, “Kalo Surga Milik Kaummu, Biarkan Kami Di Neraka Dengan Kebhinekaan”. Demi kebhinekaan rela diri masuk neraka.

MateriTerkait

5 Ibadah Selain Salat yang Terkait dengan Arah Kiblat

Tepat Tanggal 15 dan 16 Juli Matahari Berada Tepat di Atas Ka’bah, Mari Ukur Arah Kiblat Kita!

Melanjutkan Jejak Tafsir: Bergabunglah dalam Konferensi Mufasir Muhammadiyah III Tahun 2025

Setiap ungkapan radikal, ekstrem, intoleran, tororisme,  anti kebhinekaan, dan yang buruk-buruk dalam kehidupan kebangsaan sering dilabelkan pada agama dan umat beragama. Khususnya Islam. Meski sulit mencari tautan objektif, itulah yang mengemuka di ranah publik kebangsaan saat ini.

Namun ada yang janggal. Kenapa di negeri ini jarang digelorakan jargon “Tunggal Ika” atau “Ketunggalan” alias “Keekaan” yang menyertai tema Kebhinekaan. Bukankah lambang negara Republik Indonesia yaitu Garuda Pancasila bersemboyankan “Bhinneka Tunggal Ika”. Beragam tetap satu. Satu dalam keragaman!

Virus Perpecahan

Indonesia saat ini meniscayakan dayarekat yang kuat untuk bersatu. Jujur setelah dua kali Pemilu 2014 dan 2019 di tubuh bangsa ini tertular virus pembelahan yang mengarah pada perpecahan. Bermula dari pilihan politik yang berbeda, kemudian berubah menjadi pembelahan politik dan ideologis. Label kadrun masih terus diproduksi disertai aura anti-Arab yang beririsan dengan anti-Islam tertentu. Sama halnya dengan label Komunis di seberang lain.

Dunia keagamaan terbawa arus  sentimen pembelahan bernuansa konflik politik-ideologis itu, yang bertemali dengan berbagai faktor yang saling beririsan. Sentimen keagamaan itu baik dibawa oleh sebagian umat beragama yang terlampau jauh membawa agama pada sengketa politik maupun pihak lain yang tidak suka agama dilibatkan dalam urusan politik.

Sentimen ras dan kesukuan pun sama terangkat dalam isu pembelahan politik Pemilu itu. Sejumlah kasus dan gesekan yang melibatkan kedua aspek yang sensitif itu menyeruak ke permukaan ketika suasana Pemilu khususnya untuk Pemillihan Presiden memanas pada masa dan sesudah kontestasi politik itu berlangsung. Rekam jejak media digital dapat dirujuk pada dua isu panas tersebut, yang mengingatkan pada konflik politik-ideologis era 1955-1965.

Isu radikalisme, terorisme, intoleransi, dan kebhinekaan kian menambah tajam arena pembelahan politik-ideologis. Pro-kontra dan tarik-menarik pemikiran maupun maupun kontradiksi di sekitar isu-isu sensitif tersebut terus berlangsung. Semua sungguh merugikan dan tidak ada yang diuntungkan oleh juali-beli isu-isu sensitif bernuansa SARA dan ideologis tersebut. Pola pikir moderat berhenti di ranah umum yang cenderung retorik, jauh dari membumi di realitas objektif dalam memahami dan menyikapi persoalan-persoalan kebangsaan. Urusan “Toa” pun jadi perkara ideologis yang berat dan rumit.

Pertanyaan reflektif dan objektif, siapa sesungguhnya yang radikal, ekstrem, teroris, intoleran, dan anti-kebhinekaan di negeri ini? Hingga kapan pembelahan politik nasional itu berakhir? Semua tergantung Kita Bangsa Indonesia. Kita dengan “K” huruf besar dan Bangsa dengan “B” huruf besar, yang menunjukkan semua unsur bangsa Indonesia tanpa kekecualian. Semua komponen bangsa dari beragam suku, agama, ras, kedaerah, dan golongan tanpa pengecualian. Termasuk dari unsur partai politik dan pejabat publik yang yang harus bertanggungjawab meredakan perselisihan kebangsaan ini.

Karenanya penting meneguhkan keindonesiaaan dengan jiwa “Bhinneka Tunggal Ika” yang utuh antara “kebhinnekaan” dan “ketunggalan” secara moderat atau dengan pandangan moderasi agar tidak terjebak pada paham yang sempit, parsial, dan radikal-ekstrem atau radikal-liberal mengenai kebhinekaan. Artinya “Bhinneka” dan “Tunggal Ika” itu satu kesatuan, bukan sesuatu yang terpisah. Jangan terus mengelorakan kebhinekaan, seraya lupa atau abai menyuarakan ketunggalan atau kesatuan dan persatuan sehingga terjadi ketidakkeseimbangan. Sudahi membidik anti-kebhinekaan kepada golongan tertentu, tanpa refleksi  apakah diri sendiri sudah benar-benar berpaham Bhineka Tunggal Ika secara jujur dan autentik.

Jiwa Persatuan

Spirit kebhinekaan mesti disatupaketkan dengan ketunggal-ikaan atau persatuan. Indoesia sendiri dibangun di atas pilar “Bhineka Tunggal Ika”. Bukankah di dalamnya terjadi perpaduan antara “kebhinekaan” dan “ketunggalan” sebagai satu kesatuan yang bersenyawa. Kebhinekaan tanpa persatuan dan kesatuan tidak akan kokoh, sama halnya dengan keekaan tanpa kebhinekaan tentu menjadi rapuh. Menurut Anthony Reid (2018),  “Indonesia menjadi titik temu persatuan nasional seluruh rakyat Indonesia dari berbagai golongan sebagai era baru yang di era Nusantara berpencar dan menjadi entitas sendiri-sendiri yang tidak mengarah ke persatuan.”. Artinya dimensi persatuan dan kesatuan melekat dengan jatidiri dan kesejarahan bangsa Indonesia, selain tentang keragaman atau kebhinekaan.

Indonesia dibangun di atas fondasi persatuan dan kesatuan. Soekarno dalam Pidato 1 Juni 1945 ketika membahas tentang pentingnya persatuan Indonesia atau Indonesia yang satu. Dia dengan tegas menyatakan, “Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara „semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu”. Bung Karno juga menolak chauvinisme, yang berpaham“Indonesia uber Alles”, yang mengaku bangsa Indonesia termulia sembari meremehkan bangsa lain. Dari paham kesatuan itu maka setiap bentuk oligarki, monopoli, dan kekuasaan mutlak oleh satu orang atau segelintir pihak dalam hal apapun berlawanan dengan asas persatuan.

Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” secara resmi tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara, Bhinneka Tunggal Ika ditulis dengan huruf latin dalam bahasa Jawa Kuno tepat di bawah lambang negara. Dalam Pasal 5 disebutkan “Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA.”. Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” mengandung makna bahwa keragaman yang hidup di tubuh bangsa Indonesia itu memiliki fungsi esensial pada persatuan dan kesatuan. Bhinneka artinya “beragam” atau “berbeda-beda”, tunggal bermakna “satu”, sedangkan “ika” artinya “itu” sebagai kata penunjuk. Beragam menjadi satu. Satu dalam keragaman. Bukan beragam untuk beragam, apalagi beragam untuk berpecah. Bukan kebhinekaan untuk kebhinekaan maupun keragaman hanya untuk pestapora keragaman.

Bangsa Indonesia sendiri lahir, tumbuh, dan berkembang selain atas keragaman juga karena spirit kesatuan dan persatuan yang hidup di negeri tercinta ini. Wertheim sosiolog Belanda yang menulis “Indonesian Society in Transition, a Study of Social Change” (1950), menegaskan: “Bhineka Tunggal Ika, yang berarti “persatuan dalam perbedaan” merupakan moto resmi Republik Indonesia. Ungkapan ini mengekspresikan suatu keinginan kuat, tidak hanya kalangan pemimpin politik tetapi juga kalangan berbagai lapisan penduduk, untuk mencapai kesatuan meskipun ada karakter yang heterogen pada negara yang baru terbentuk ini. Pada gilirannya, persamaan ini akan mensyaratkan adanya karakteristik budaya yang sama yang mendasari heterogenitas itu.”

Sumpah Pemuda 1928 dengan tegas mendeklarasikan “Satu Indonesia”. Pertama:
“Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia”. Kedua: “Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia”. Ketiga: “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.  UUD pasal satu ayat (1) menegaskan “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Lebih khusus sila ketiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia. Semua menegaskan tentang kesatuan dan persatuan Indonesia sebagai aspek esensial dan fundamental dalam berbangsa dan bernegara.

Menggelorakan kesatuan merupakan energi positif untuk mencegah perpecahan dan merakat persatuan Indonesia. Jangan sampai menggelorakan kebhinekaan sambil mengoyak ketunggalan, yang buahnya saling curiga, kebencian, pembelahan, dan perpecahan. Ketika MPR periode 2009-2014 mempublikasikan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa Bernegara dengan salah satu pilarnya Bhinneka Tunggal Ika, yang dikehendaki ialah persatuan. MPR di bawah kepemimpinan Taufik Kiemas saat itu tidak menghendaki Indonesia mengalami perpecahan seperti tragedi bubarnya Uni Soviet dan Yugoslavia.

Karenanya bersamaan dengan gema kebhinekaan, pada saat yang sama penting dirayakan gelora  “ketunggalan” atau “keekaan” dalam satu kesatuan jiwa “Bhinneka Tunggak Ika” menuju Persatuan Indonesia. Pandangan “Bhinneka Tunggal Ika” niscaya dikonstruksi secara moderat dengan perspektif modarasi yang utuh dan tidak bias ekstremitas. Jauhi pandangan radikal-ekstrem yang memecah Bhineka Tunggal Ika  dalam nalar antagonistik yang kerdil dan serpihan. Hindari sikap dan pandangan kebhinekaan yang menebar virus perpecahan di negeri tercinta. Energi persatuan penting didorong kuat ke depan untuk menjadi alam pikiran kolektif yang positif di ruang publik. Karena sejatinya Indonesia itu tidak hanya “Bhinneka” tetapi “Tunggal Ika”!

Tulisan ini sebelumnya telah dimuat di Harian Republika pada Sabtu (26/2)

Tags: headline
ShareTweetSendShareShare
Previous Post

Wakil Ketua MDMC Terima Penghargaan Sebagai Tokoh Pemberdayaan 2021

Next Post

Beberapa Alasan Pentingnya Mengenal Diri Sendiri

Baca Juga

Haedar Nashir Terima Penghargaan Bintang LVRI, Serukan Komitmen dan Nilai Keindonesiaan bagi Generasi Muda
Berita

Haedar Nashir Terima Penghargaan Bintang LVRI, Serukan Komitmen dan Nilai Keindonesiaan bagi Generasi Muda

10/07/2025
Muhammadiyah Resmi Luncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal
Berita

Muhammadiyah Resmi Luncurkan Kalender Hijriah Global Tunggal

25/06/2025
Apa Saja Syarat Validitas Kalender Islam Global?
Berita

Menjawab Kritik terhadap Kalender Hijriah Global Tunggal: Hilal di Bawah Ufuk

19/06/2025
Haedar Nashir Terima Penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025
Berita

Haedar Nashir Terima Penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025

18/06/2025
Next Post
Beberapa Alasan Pentingnya Mengenal Diri Sendiri

Beberapa Alasan Pentingnya Mengenal Diri Sendiri

Mungkinkah Kita Mengenal Diri Sendiri Secara Objektif?

Mungkinkah Kita Mengenal Diri Sendiri Secara Objektif?

Lazismu Kembali Dipercaya Salurkan Armada Ambulan untuk Pelayanan Gratis

Lazismu Kembali Dipercaya Salurkan Armada Ambulan untuk Pelayanan Gratis

BERITA POPULER

  • Mahasiswa Kristen, Laura Amandasari: Kampus Muhammadiyah Rumah Kedua Saya

    Mahasiswa Kristen, Laura Amandasari: Kampus Muhammadiyah Rumah Kedua Saya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Kesehatan Mental melalui Perspektif Al-Qur’an dan Hadis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haedar Nashir: Banyak Orang Berebut Menjadi Penentu Kehidupan, Tidak Banyak Berebut Menjadi Pemersatu Kehidupan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mazhab Hukum yang Dianut Muhammadiyah Adalah Mazhab Profetik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Cara Mudah Mengakses Kalender Hijriah Global Tunggal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Muhammadiyah dan PGI Dialog Tantangan Agama dan Pentingnya Pendidikan Inklusif

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haedar Nashir Akan Terima Penghargaan Bintang Legiun Veteran RI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Muhammadiyah Dukung Sepakbola Nasional lewat Peresmian Lapangan UMY

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • RS Muhammadiyah di Jatim Didorong Tingkatkan Layanan Hadapi Kompetisi Ketat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

Majelis

  • Tarjih dan Tajdid
  • Tabligh
  • Diktilitbang
  • Dikdasmen dan PNF
  • Pembinaan Kader dan SDI
  • Pembinaan Kesehatan Umum
  • Peminaan Kesejahteraan Sosial
  • Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata
  • Pendayagunaan Wakaf
  • Pemberdayaan Masyarakat
  • Hukum dan HAM
  • Lingkungan Hidup
  • Pustaka dan Informasi

Lembaga

  • Pengembangan Pesantren
  • Pengembangan Cabang Ranting
  • Kajian dan Kemitraan Strategis
  • Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
  • Resiliensi Bencana
  • Amil Zakat, Infak dan Sedekah
  • Pengembang UMKM
  • Hikmah dan Kebijakan Publik
  • Seni Budaya
  • Pengembangan Olahraga
  • Hubungan dan Kerjasama Internasional
  • Dakwah Komunitas
  • Pemeriksa Halal dan KHT
  • Pembinaan Haji dan Umrah
  • Bantuan Hukum dan Advokasi Publik

Biro

  • Pengembangan Organisasi
  • Pengelolaan Keuangan
  • Komunikasi dan Pelayanan Umum

Ortom

  • Aisyiyah
  • Pemuda Muhammadiyah
  • Nasyiatul Aisyiyah
  • Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
  • Ikatan Pelajar Muhammadiyah
  • Tapak Suci Putra Muhammadiyah
  • Hizbul Wathon

Wilayah Sumatra

  • Nanggroe Aceh Darussalam
  • Sumatra Utara
  • Sumatra Selatan
  • Sumatra Barat
  • Bengkulu
  • Riau
  • Kepulauan Riau
  • Lampung
  • Jambi
  • Bangka Belitung

Wilayah Kalimantan

  • Kalimantan Barat
  • Kalimantan Timur
  • Kalimantan Selatan
  • Kalimantan Tengah
  • Kalimantan Utara

Wilayah Jawa

  • D.I. Yogyakarta
  • Banten
  • DKI Jakarta
  • Jawa Barat
  • Jawa Tengah
  • Jawa Timur

Wilayah Bali &

Kepulauan Nusa Tenggara

  • Bali
  • Nusa Tenggara Barat
  • Nusa Tenggara Timur

Wilayah Sulawesi

  • Gorontalo
  • Sulawesi Barat
  • Sulawesi Tengah
  • Sulawesi Utara
  • Sulawesi Tenggara
  • Sulawesi Selatan

Wilayah Maluku dan Papua

  • Maluku Utara
  • Maluku
  • Papua
  • Papua Barat
  • Papua Barat daya

Cabang Istimewa

  • PCIM Kairo Mesir
  • PCIM Iran
  • PCIM Sudan
  • PCIM Belanda
  • PCIM Jerman
  • PCIM United Kingdom
  • PCIM Libya
  • PCIM Malaysia
  • PCIM Prancis
  • PCIM Amerika Serikat
  • PCIM Jepang
  • PCIM Tunisia
  • PCIM Pakistan
  • PCIM Australia
  • PCIM Rusia
  • PCIM Taiwan
  • PCIM Tunisia
  • PCIM TurkI
  • PCIM Korea Selatan
  • PCIM Tiongkok
  • PCIM Arab Saudi
  • PCIM India
  • PCIM Maroko
  • PCIM Yordania
  • PCIM Yaman
  • PCIM Spanyol
  • PCIM Hongaria
  • PCIM Thailand
  • PCIM Kuwait
  • PCIM New Zealand

Kategori

  • Kabar
  • Opini
  • Hukum Islam
  • Khutbah
  • Media
  • Tokoh

Tentang

  • Sejarah
  • Brand Guideline

Layanan

  • Informasi
  • KTAM

Ekosistem

  • Muhammadiyah ID
  • MASA
  • EventMu
  • BukuMu
  • SehatMu
  • KaderMu
  • LabMu

Informasi

  • Redaksi
  • Kontak
  • Ketentuan Layanan
© 2025 Persyarikatan Muhammadiyah

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • AR icon bendera arab
  • EN
  • ID bendera indonesia
  • Home
  • Organisasi
    • Anggota Pimpinan Pusat
    • Keputusan Muktamar Ke-48
      • Risalah Islam Berkemajuan
      • Isu – Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal
      • Keputusan Lengkap
    • Majelis
      • Majelis Tarjih dan Tajdid
      • Majelis Tabligh
      • Majelis Diktilitbang
      • Majelis Dikdasmen dan PNF
      • Majelis Pembinaan Kader dan SDI
      • Majelis Pembinaan Kesehatan Umum
      • Majelis Pembinaan Kesejahteraan Sosial
      • Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata
      • Majelis Pendayagunaan Wakaf
      • Majelis Pemberdayaan Masyarakat
      • Majelis Hukum dan HAM
      • Majelis Lingkungan Hidup
      • Majelis Pustaka dan Informasi
    • Lembaga
      • Lembaga Pengembangan Pesantren
      • Lembaga Pengembangan Cabang Ranting dan Pembinaan Masjid
      • Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis
      • Lembaga Pembinaan dan Pengawasan Keuangan
      • Lembaga Resiliensi Bencana
      • Lembaga Amil Zakat, Infak dan Sedekah
      • Lembaga Pengembang UMKM
      • Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
      • Lembaga Seni Budaya
      • Lembaga Pengembangan Olahraga
      • Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional
      • Lembaga Dakwah Komunitas
      • Lembaga Pemeriksa Halal dan KHT
      • Lembaga Pembinaan Haji dan Umrah
      • Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik
    • Biro
      • Biro Pengembangan Organisasi
      • Biro Pengelolaan Keuangan
      • Biro Komunikasi dan Pelayanan Umum
    • Profil
      • AD/ ART Muhammadiyah
      • Sejarah Muhammadiyah
      • Lagu Sang Surya
      • Organisasi Otonom
      • Cabang Istimewa/Luar Negeri
    • Ideologi
      • Muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
      • Masalah Lima
      • Kepribadian Muhammadiyah
      • Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
      • Khittah Muhammadiyah
      • Langkah Muhammadiyah
    • Daftar Anggota
  • Opini
    • Budaya Lokal
    • Filantropi & Kesejahteraan Sosial
    • Pemberdayaan Masyarakat
    • Lingkungan & Kebencanaan
    • Masyarakat Adat
    • Milenial
    • Moderasi Islam
    • Resensi
  • Hikmah
  • Hukum Islam
  • Khutbah
    • Khutbah Jumat
    • Khutbah Gerhana
    • Khutbah Nikah
    • Khutbah Idul Adha
    • Khutbah Idul Fitri
  • Tokoh
  • Kabar
    • Internasional
    • Nasional
    • Wilayah
    • Daerah
    • Ortom
  • Galeri
    • Foto
  • Login

© 2025 Persyarikatan Muhammadiyah - Cahaya Islam Berkemajuan.