MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Perubahan iklim bukan masalah milik orang per orang, atau Negara per Negara, tapi merupakan masalah bersama/semesta di mana semua manusia dan makhluk hidup yang di dalamnya.
Demikian disampaikan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir dalam Seminar Nasional yang diadakan oleh Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah pada Rabu (1/9) yang digelar secara daring.
Haedar menjelaskan, pandemi covid-19 menurutnya mengajarkan manusia untuk berjarak dengan alam, di mana interaksi manusia dengan alam sebelum pandemi terjalin tidak lagi harmonis sehingga menyebabkan perubahan iklim dan pemanasan global.
Adanya pandemi di sisi lain memiliki dampak positif terhadap lingkungan tempat hidup manusia. Misalnya saja di puncak Everest menjadi bersih sebab jalur pendakian ditutup, termasuk kanal-kanal aliran air di Venesia terlihat lebih bersih dari sebelum pandemi.
Namun demikian, bencana alam bukan berarti tidak ada sama sekali. Haedar menuturkan, di Negara-negara bagian Amerika Serikat, Australia, dan Yunani beberapa waktu terakhir tetap kewalahan menangani kebakaran hutan yang salah satunya diakibatkan suhu bumi yang semakin panas.
“Tetapi poin penting bagi kita adalah perubahan iklim, pemanasan global, dan segala kaitannya dengan bencana alam dan rusaknya ekosistem yang berpengaruh bukan hanya kepada manusia tetap pada flora, fauna, termasuk biosfer terjadi tidak tiba-tiba,” tuturnya.
Terkait hal itu Haedar menegaskan bahwa, semuanya terkait dengan ulah tangan manusia, di samping hukum alam. Akan tetapi hukum alam memiliki recover alami, sedangkan kerusakan sebab ulah manusia recoverynya lebih sulit. Bahkan alih-alih memperbaiki, manusia malah lupa dengan kerusakan yang diperbuat, dan membuat kerusakan di tempat lain.
Oleh karena itu jika manusia ingin melakukan mitigasi, Haedar menyarankan untuk dimulai dari hulu. Mengutip karya David Wallace-Wells yang berjudul Bumi Tidak Lagi Bisa Dihuni, perubahan iklim terjadi lebih dahsyat dari pada tragedi bom atom, bahkan juga lebih dahsyat daripada perang biologis yang dilakukan oleh manusia dengan teknologi yang dimiliki.
Bencana yang ditimbulkan oleh alam menurutnya tidak ada pihak yang bisa menegosiasikannya. Sebab hukum alam atau sunnatullah berlaku, dan tidak ada satupun manusia yang bisa menghentikannya. Beda halnya dengan bencana akibat perang yang bisa dinegosiasikan oleh manusia.
“Kiamat itu bisa terjadi secara alamiah, tapi juga bisa terjadi secara buatan karena manusia sudah menciptakan itu sendiri di muka bumi,” tuturnya.
Usaha melakukan perbaikan iklim, lingkungan, dan menghalau pemanasan global diperlukan perubahan sampai pada kerangka filosofis. Menurut Haedar, kerangka ini akan membawa manusia untuk memiliki kesadaran ontologis, dan kesadaran fungsional.