MUHAMMADIYAH.OR.ID, PONOROGO– Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Najih Prasetyo menyebut, kuliah bukan jenjang pendidikan untuk menentukan pekerjaan masa depan.
Demikian ia sampaikan pada Senin (20/9) di acara Masa Ta’aruf Mahasiswa Baru (Mastamaru) Universitas Muhammadiyah Ponorogo (Umpo) tahun 2021 yang diselenggarakan secara blended.
Najih menegaskan, bahwa kampus bukan tempat meletakkan target pekerjaan. Kesempatan studi di tingkat perguruan tinggi tidak boleh sebagai beban untuk pekerjaan.
“Jika kalian kuliah hanya sekedar aktivasi kuliah lalu terus kemudian kuliah-pulang, kuliah pulang, dan lain sebagainya, maka yang bercita-cita sebagai guru di 10 tahun kedepan, peran kalian akan digantikan oleh aplikasi,” ungkapnya.
Najih mengatakan, kuliah bukan hanya tempat untuk orientasi pekerjaan belaka. Lebih dari itu, sebab kuliah adalah tahap untuk membangun kemandirian dan membangun image untuk disampaikan kepada masyarakat.
Mahasiswa atau pemuda adalah pemimpin di masa yang akan datang, menurut Najih, adagium tersebut tidak berlebihan, karena memang mahasiswa diharapkan menjadi katalisator masyarakat untuk menyuarakan kepentingan mereka.
“Image ketika kita menjadi mahasiswa memiliki kedekatan yang lebih tinggi dengan basis keilmuan yang kita tekuni. Seorang mahasiswa memiliki kesempatan mengakses ilmu-ilmu yang belum diakses oleh kelompok-kelompok siswa,” tuturnya.
Menurutnya, bekal keilmuan tersebut yang menjadikan mahasiswa sebagai harapan masa depan peradaban, mahasiswa oleh karenanya bisa juga disebut sebagai agent of change, dan agent of social control.
Saat ini, imbuhnya, mahasiswa memiliki dua tanggung jawab besar. Pertama adalah berpendidikan tinggi, Najih menjelaskan, mahasiswa tidak cukup mengenyam pendidikan tinggi, tapi dia harus berpendidikan tinggi.
“Berpendidikan tinggi konsekuensi logisnya adalah kita sebagai mahasiswa harus memiliki kredibilitas intelektual yang tinggi, harus menjadi cendekiawan yang memiliki basis keilmuan yang jelas,” ungkapnya.
Tanggung jawab yang kedua adalah mahasiswa tidak boleh melupakan perannya sebagai penyambung lidah rakyat. Menurutnya, mahasiswa tidak boleh alfa dalam memberikan kritik membangun yang diarahkan kepada penguasa yang tidak sesuai dengan akses keadilan.
“Mahasiswa harus mampu memberikan solusi yang terukur, logis, dan dapat dilakukan. Kita saat ini hidup di zaman kolaboratif, bukan hanya hidup di zaman kritis,” ucap Najih.