MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Sebagai otokritik, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir berpesan agar Muhammadiyah tidak terperangkap oleh sikap reaksioner yang mana itu bukanlah karakter dari ajaran Kiai Ahmad Dahlan.
Dalam forum Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2) PP Muhammadiyah, Sabtu (13/3) Haedar tidak ingin sejarah menjadi terbalik, di mana Muhammadiyah yang dulu sangat terbuka dan maju, kini berbalikan dengan keadaan kelompok yang dulu pernah menuduh terobosan Kiai Dahlan dengan sematan negatif seperti kafir dan sesat.
“Tapi sekarang kelompok ini sudah sama pemikirannya dengan kita, bahkan jangan-jangan di sebagian hal mereka ada yang lebih maju dari kita,” resahnya.
Haedar menangkap fenomena ini dari pengamatannya terhadap kelompok tradisional yang semakin banyak berpengetahuan lengkap dan berkarakter terbuka atau tidak reaksioner seperti sifat Kiai Dahlan dan kader-kader Muhammadiyah di masa awal.
“Pulang ke Indonesia, mereka menjadi ulama-ulama muda yang lengkap. Yang dasar ilmu atsarnya, diniyahnya kuat, tapi ilmu-ilmu muta’akhirnya juga kuat. Kitab kuningnya masih tetap kuat, kitab putihnya pun juga tetap kuat,” ungkap Haedar.
Haedar menyayangkan ironi kelompok modernis yang dulu sempat dicela oleh mereka, kini justru berbalik arah dengan menukar peran.
“Kaum modernis ini mungkin karena kegagalan politik, karena kekakuannya dalam berpolitik sama puritannya dalam berakidah dan beribadah, bermuamalah juga sama, lalu juga karena berbagai hal kelompok modernis ini mulai menjadi kelompok reaksioner,” tuturnya.
“Sementara itu yang tadi, yang dulu reaksioner itu mereka menjadi berdiaspora dan justru melahirkan wacana dan ruang pergerakan yang progresif dan justru direaksi oleh kaum modernis tadi itu. Jadi posisinya menjadi kebalikan,” kritik Haedar.
Karena itu, Haedar Nashir berpesan agar lembaga pendidikan Muhammadiyah terutama pesantren dikelola dengan penguatan sejarah dan karakter yang diteladankan oleh Kiai Ahmad Dahlan dan para generasi awal.
“Saya khawatir pondok-pondok pesantren Muhammadiyah karena dulu terpengaruh TBC, lalu sekarang juga terpengaruh oleh teori-teori konspirasi ditambah dengan kapitalisasi macam-macamlah gitu, saya tidak ingin detil, lalu menjadi pondok pesantren yang ekslusif, tertutup dan menjadi tidak beradaptasi dengan lingkungan kultural sekitarnya dan Indonesia sebagai bangsa. Dan kalau ini terjadi, itu nanti repot,” pesannya.